A. LATAR BELAKANG
Sejarah dan perkembangan politik hukum di Indonesia dimulai pada saat
diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
oleh sang proklamator Ir. Soekarano dan Muh. Hatta. Dari kemerdekaan itulah
mulai dijalankannya suatu roda pemerintahan dengan menciptakan hukum –hukum
yang baru yang terlepas dari hukum-hukum para penjajah yang selama hampir 3,5
abad menjajah negeri ini.
Hukum dalam pengertiannya sebagai
kaidah-kaidah yang berlaku tidaklah lahir begitu saja akan tetapi memerlukan
suatu proses pembentukkan hukum, hukum itu adalah suatu produk politik yang
berasal dari kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi
serta bersaing. Karena hukum berasal dari suatu proses polotik didalamnya maka
demi menjaga kerangka cita hukum ( rechtside ) perlu adanya suatu acuan yakni
Politik Hukum.Pengertian politik hukum sebagai ilmu studi ( ilmu politik hukum
) adalah studi tentang kebijakan hukum dan latar belakang poltik dan lingkungan
yang nantinya mempengaruhi lahirnya hukum itu sendiri. Kebijaksanaan disini tentang menentukan bagian aspek-aspek
mana yang diperlukan dalam pembentukan hukum.
Pembentukan hukum dalam suatu sistem hukum sangat ditentukan oleh konsep
hukum yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas pembentuknya.
Proses ini berbeda pada setiap kelas masyarakat. Dalam masyarakat sederhana,
pembentukanya dapat berlangsung sebagai proses penerimaan terhadap
kebiasaan-kebiasaan hukum atau sebagai proses pembentukan atau pengukuhan
kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-kesatuan hukum dalam
masyarakat itu. Dalam
masyarakat Eropa Kontinental pembentukan hukum dilakukan oleh badan legeslatif.
Sedangkan dalam masyarakat common law (Anglo saxion) kewenangan terpusat pada
hakim.
Negara Indonesia sebagai Negara hukum, konsep
hukumnya mengikuti Eropa Kontinental, dimana pembentukan hukumnya dilakukan
oleh badan legislative (DPR). Landasan Juridis pemberian kewenangan kekuasaan
pembentukan undang-undang kepada badan legislative didasarkan pada pertama,
Pasal 20 UUD Negara RI Tahun 1945 ayat 1: “DPR
memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Ayat 2 : “setiap RUU dibahas
oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama” ayat 5 : “Dalam
hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang
tersebut disetujui rancangan undangundang tersebut sah menjadi undangundang
dan wajib diundangkan”. adalah UU No. 10 tahun 2004 tentang peraturan
pembentukan perundang-undangan sebagi landasan
yuridis kedua. Kewenangan DPR dalam pembentukan undang-undang diatur dalam
BAB IV tentang “perencanaan penyusunan undang-undang” dan BAB V tentang
“pembentukan peraturan perundang-undangan”.
Kembali pada sejarah
politik hukum di Indonesia dari awal kemerdekaan hingga sampai saat ini yang
mengalami beberapa periode serta era kepemimpinan yang berkuasa didalamnya ternyata telah terjadi tolak tarik atau dinamika
antara konfigurasi politik otoriter (nondemokeratis). Demokerasi dan
Otoriterisme muncul secara bergantian dengan kecenderungan linier disetiap
periode pada konfigurasii otoriter. Sejalan dengan hal itu, perkembangan
karakter produk hukum memperlihatkan keterpengaruhannya dengan terjadi tolak
tarik antara produk hukum yang berkarakter konservatif dengan kecenderungan
linier yang sama.
Tolak tarik karakter hukum menunjukan bahwa
karakter produk hukum senantiasa berkembang seirama dengan perkembangan
konfigurasi politik. Meskipun kepastianya bervariasi, konfigurasi politik yang
demokeratis senantiasa diikuti munculnya produk hukum yang responsive/otonom,
sedang konfigurasi politik yang otoriter senantiasa disertai oleh munculnya
hukum yang berkarakter konserfatif/ortodoks.
Dari latar belakang itulah perlunya suatu kajian
terhadap perkembangan dan sejarah poltik hukum di Indonesia.
B. PEMBAHASAN
ERA ORDE
LAMA
Saat diproklamirkannya
kemerdekaan dimulailah tatanan hidup berbangsa dan bernegara Republik
Indonesia. Seperti halnya suatu bangunan
baru yang pertama dibangun adalah pondamen yang kuat begitu pula dalam
bernegara diperlukan konsep-konsep dasar bernegara dan berbangsa yang
menunjukan bahwa bangsa ini memiliki suatu ideolog i yang memberikan pandangan
dalam bernegara serta memberikan ciri tersendiri dari bangsa- bangsa lainnya.
Pada masa yang dipimpin
oleh soekarno ini memang dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang dibangun
memiliki nilai yang sangat tinggi yang dapat menggabungkan kemajemukan bangsa
ini seperti Pancasila yang didalammya melambangkan berbagai kekuatan yang
terikat menjadi satu dengan semboyan negara bhineka tunggal ika. Serta
merumuskan suatu undang-undang dasar 1945 yang dipakai sebagi kaedah pokok
dalam perundang-undangan di indonesia dan dalam pembukaannya yang mencerminkan
secra tegas sikap bangsa Indonesia baik didalam maupun diluar negeri.
Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami
berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan
ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam mempertahankan
serta mengisi kemerdekaan. Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959
mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan
dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69
berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS
1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Sistem ini yang mengungkapkan struktur,
fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and
Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai
paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat
berkembang. Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan
multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini
terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan
theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan
empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi
pergeseran politik ke sistem catur mayoritas
Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan
instabilisasi nasional sejak periode orde lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik
balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total
terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya
mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi
sosialisme komunisme.
ERA
ORDE BARU
Setelah lahirnya supersemar era kepemerintahan kini
berada penuh ditangan Soeharto setelah Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang
MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. Harapan pun banyak dimunculkan dari
sejak orde baru berkuasa mulai dari konsistensinya menumpas pemberotakan PKI
hingga meningkatkan taraf hidup bangsa dengan Program pembangunan ( yang
dikenal PELITA ).
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan
stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas
nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus
nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus
mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir
sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan
partai-partai politik dan masyarakat.
Pada awal kehadirannya, orde baru memulai langkah
pemeritahannya dengan langgam libertarian, lalu sistem liberal bergeser lagi ke
sistem otoriter. Seperti telah dikemukakan, obsesi orde baru sejak awal adalah
membangun stabilitas nasinal dalam rangka melindungi kelancaran pembangunan
ekonomi
Hal pertama yang dapat terlihat guna menjalankan
kekuasaan adalah dengan menambahkan kekuatan TNI dan Polri didalam berbagi
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara dengan cara memasukkan kedua pilar ini
ke dalam keanggotaan MPR/DPR. Tampilnya militer di pentas poitik bukan untuk
pertama kali, sebab sebelum itu militer sudah teribat dalam politik praktis
sejalan dengan kegiatan ekonomi menyusul dengan diluncurkannya konsep dwifungsi
ABRI.
Lalu dengan menguatkan salah satu parpol, Kericuhan
dalam pembahasan RUU-RUU yang mengantarkan penundaan pemilu (yang seharusnya
diselenggarakan tahun 1968) itu disertai dengan Emaskulasi yang sistematis
terhadap partai-partai kuat yang akan bertarung dalam pemilu. Pengebirian ini
sejalan dengan Sikap ABRI yang menyetujui peyelenggaraan pemilu, tetapi dengan
jaminan bahwa “kekuatan orde baru harus menang”. Karena itu, disamping
menggarap UU pemilu yang dapat memberikan jaminan atas dominasi kekuatan
pemerintah, maa partai-partai yang diperhitungkan mendapat dukungan dari
pemilih mulai dilemahkan. Menghadapi pemilu 1971, selain mernggarap UU pemilu
dan melakukan emaskulasi terhadap partai-partai besar, pemerintah juga membangu
partai sendiri, yaitu Golongan karya (Golkar). Sejak awal orde baru
golkar sudah didesain untuk menjadi partai pemerintah yang diproyeksikan
menjadi tangan sipil angkatan darat dalam pemilu.sekretariat bersama (Sekber)
golkar adalah tangan sipil angkatan darat yang dulu berhasil secara efektif
mengimbangi (kemudian menghancurkan (PKI).
Selain itu untuk menguatkan keotoriteranya pada
massa ini sistem berubah drastis menjadi non demoratik dengan berbagi hal
misalnya pembatsan pemberitaan,kebebasan perss yang tertekan,dan arogansi
pihak-pihak pemerintahan yang memegang kekuasaan.
ERA
SETELAH REFORMASI
Bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi
pada tahun 1997-1998 yang melumpuhkan segala sendi kehidupan mulailah muncul
ketidak kepercayaan terhadap pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan
Soeharto. Ketidak percayaan ini mulai memunculkan keinginan suatu perubahan
yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan suatu yang dinamakan reformasi.
Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor gerakan ini diantaranya Amien
Rais,Adnan Buyung Nasution,Andi Alfian Malaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya
yang didukung oleh gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta
berbagai lapisan masyarakat. Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan
rezim kepemimpinan Soeharto.
ERA KEPEMIMPINAN HABBIE
Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang
Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan
dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses
pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya
untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga
hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu
masa kelam dalam sejarah Indonesia.
ERA KEPEMIMPINAN GUS DUR
Abdurrahman Wahid atau dikenal
dengan Gus dur memenangkan pemilihan presiden tahun 1999 yang pada saat itu
masih dipilih oleh MPR walaupun sebenarnya partai pemenang pemilu adalah partai
Megawati Soekarno Putri yakni PDIP. PDIP berhasil meraih 35 % suara namun adanya politik poros tengah yang
digagas oleh Amien Rais berhasil memenangkan Gus Dur dan pada saat itu juga
megwati dipilih oleh Gus Dur sendiri sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh
MPR/DPR. Serta kandasnya kasus korupsi yang melibatkan rezim Soeharto serta
masalah yang lebih modern yakni adanya serang teroris dikedubes luar negeri.
Pada 29 Januari2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk
mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak kompetenan. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid
lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.
ERA KEPEMIMPINAN MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.Meski
ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti
dalam bidang-bidang lain. Megawati yang merupakan anak dari Presiden terdahulu
yakni Soeharto pada awalnya diharapkan dapat memberikan perubahan namun seirng
sikapnya yang dingin dan jarang memberikan suatu paparan tentang politiknya
dianggap lembek oleh masyarakat. Dan serangan teroris semakin sering terjadi pada masa pemerintahan ini.
Namun satu hal yang sangat
berarti pada masa pemerintahan ini adalah keberanian megawati untuk menyetujui
pemilihan Presidan Republik Indonesia secra langsung oleh rakyat. Pemilihan
langsung dilaksanakan pada pemilu tahun 2004 dan Susilo Bambang Yudhuyono
keluar sebagi pemenangnya.
ERA KEPEMIMPINAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Setelah memenangkan pemilu secara
langsung SBY tampil sebagai presiden pertama dalam pemilihan yang dilakukan
secara langsung. Pada awal kepemimpinanya SBY memprioritaskan pada pengentasan
korupsi yang semakin marak diIndonesia dengan berbagi gebrakannya salah satunya
adalah dengan mendirikan lembaga super body untuk memberantas korupsi yakni
KPK. Dalam masa jabatannya yang pertama SBY berhasil mencapai beberapa kemajuan
diantaranya semakin kondusifnya ekonomi nasional. Dengan keberhasilan ini pula
ia kembali terpilih menjadi presiden pada pemilu ditahun 2009 dengan wakil
presiden yang berbeda bila pada masa pertamanya Jusuf Kalla merupakan seorang bersal dari parpol namun
kini bersama Boediono yang seorang profesional eonomi. Dimasa pemerintahanya
yang kedua ini dan masih berjalan hingga kini mulai terlihat beberapa kelemahan
misalnya kurang sigapnya menaggapi beberapa isu sampai isu-isu tersebut menjadi
hangat bahkan membinggungkan, lalu dari pemberantasan korupsi sendiri
menimbulkan banyak tanda tanya sampai sekarang mulai dari kasus pimpinan KPK,
Mafia hukum, serta politisasi diberbagai bidang yang sebenarnya tidak
memerlukan suatu sentuhan politik yang berlebihan guna pencitaraan.
ARGUMENT
- Era orde lama, apa yang dicapai para pendiri bangsa ini pada orde lama sebenarnya menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia sampai sekarang, hanya saja adanya keinginan yang begitu kuat dari para pendiri bangsa tersebut membawa kediktatoran untuk menjalanakan politik didalam pemerintahannya membawa boomerang bagi dirinya sendiri kelemahan inilah yang dapat diambil kesempatan oleh rezim orde baru untuk menggulingkan pemerintahan. Selain itu poltik nasional pada saat itu juga masih dipengaruhi besar oleh isu politik dunia seusai perang dunia kedua adanya ketakutan tumbuhnya kembali paham-paham komunis bagi negara barat juga membawa dampak baik itu yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara lebih spesifik lagi disini saya mencurigai adanya dorongan dari negara barat untuk menggulingkan rezim Soekarno.
- Era orde baru, rezim Soeharto pada masa ini berlangsung sangat lama bahkan sangat tidak sehat karena seseorang yang sudah berkuasa terlalu lama cenderung merasa memilki sepenuhnya dan tidak mengetahui yang sebenarnya bahwa ia menjalankan politik demi kepentingan rakyat. Terlihat dari bebabagai aturan hukum yang dibuat adanya kesan yang sangat kuat untuk mempertahankan kekuasaannya tanpa tersentuh oleh siapapun. Namun ada satu hal yang dilupakan oleh soeharto yakni masih ada mahasiswa yang siap melakukan perubahan sebagai agen of change.
- Era setelah reformasi, pada era ini terlihat arah politik bangsa yang terjadi adalah kembali mencari dan menemukan jati dirinya yang setelah sekian lama hilang pada saat era orde baru. Ini terlihat dari gerakan-gerakan yang mengarah pada kebebasan namun yang terbatas serta mengexpresikan diri. Adanya suatu sistem hukum yang lebih transparan serta meningkatnya peran masyarakat baik sebagai pembuat,pelaku, dan pelaksana hukum atau lebih dikenal dengan demokrasi. Namun saya garis bawahi melihat perkembangan arah politik yang mengutamakan rakyat, banyak dari pelaku politik yang dengan segala kemampuan dan kekuasaanya namun belum tentu memiliki tujuan yang baik mencoba mengambil kesempatan ini. Jadi masyarakat haruslah jeli melihat pemimpin yang benar-benar bekerja demi negara.
POLITIK HUKUM ISLAM
DI INDONESIA PADA ERA ORDE BARU
C.
Pengertian
Politik Hukum Islam
Menurut Mahfud MD., di dalam studi mengenai hubungan
antara politik dan hukum terdapat tiga asumsi yang mendasarinya, yaitu: (1) Hukum
determinan (menentukan) atas politik, dalam arti hukum harus menjadi arah
dan pengendali semua kegiatan politik. (2) Politik determinan atas hukum,
dalam arti bahwa dalam kenyataannya, baik produk normatif maupun implementasi
penegakan hukum itu, sangat dipengaruhi dan menjadi dipendent variable
atas politik. (3) Politik dan hukum terjalin dalam hubungan yang saling
bergantung, seperti bunyi adagium, “politik tanpa hukum menimbulkan
kesewenang-wenangan (anarkis), hukum tanpa politik akan jadi lumpuh.
Berangkat dari studi mengenai hubungan antara politik
dan hukum di atas kemudian lahir sebuah teori “politik hukum”. Politik hukum
adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional
oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan yang
berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat
sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah
ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Jadi
politik hukum adalah bagaimana hukum akan atau seharusnya dibuat dan ditentukan
arahnya dalam kondisi politik nasional serta bagaimana hukum difungsikan.
Dalam Islam istilah politik hukum disebut dengan as-Siyasah
as-Syar’iyyah yang merupakan aplikasi dari al-maslahah al-mursalah,
yaitu mengatur kesejahteraan manusia dengan hukum yang ketentuan-ketentuannya
tidak termuat dalam syara’. Sebagian ulama mendefinisikan politik hukum Islam
sebagai perluasan peran penguasa untuk merealisasikan kemaslahatan manusia
sepanjang hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama.
D.
Pemikiran
Politik Hukum Islam di Indonesia
Negara dan agama, di negara sekulerpun, tidak dapat
dipisahkan begitu saja, karena para pengelola negara adalah manusia biasa yang
juga terikat dengan berbagai macam norma yang hidup dalam masyarakat, termasuk
norma agama. Misalnya, meskipun negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris,
Jerman, Perancis dan Belanda adalah negara yang memaklumkan diri sebagai negara
sekuler, tetapi banyak kasus menunjukkan bahwa keterlibatannya dalam urusan
keagamaan terus berlangsung sepanjang entitas agama dan negara itu ada. Bukti
empiris keterkaitan agama dan negara dalam konteks Indonesia dapat dilihat
misalnya dalam perjuangan sebagian umat Islam untuk memberlakukan Islam sebagai
dasar negara.
Menurut Mahfud MD, secara yuridis-konstitusional
negara Indonesia bukanlah negara agama dan bukan pula negara sekuler.
Menurutnya Indonesia adalah religious nation state atau negara
kebangsaan yang beragama. Indonesia adalah negara yang menjadikan ajaran agama
sebagai dasar moral, sekaligus sebagai sumber hukum materiil dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu dengan jelas
dikatakan bahwa salah satu dasar negara Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Abdul Ghani Abdullah mengemukakan bahwa berlakunya
hukum Islam di Indonesia telah mendapat tempat konstitusional yang berdasar
pada tiga alasan, yaitu: Pertama, alasan filosofis bahwa ajaran Islam
rnerupakan pandangan hidup, cita moral dan cita hukum mayoritas muslim di
Indonesia, dan ini mempunyai peran penting bagi terciptanya norma fundamental
negara Pancasila. Kedua, alasan sosiologis bahwa perkembangan sejarah
masyarakat Islam Indonesia menunjukan bahwa cita hukum dan kesadaran hukum
bersendikan ajaran Islam memiliki tingkat aktualitas yang berkesinambungan, dan
Ketiga, alasan yuridis yang tertuang dalam pasal 24, 25 dan 29 UUD 1945
memberi tempat bagi keberlakuan hukum Islam secara yuridis formal.
Mengenai kedudukan hukum Islam dalam tata hukum negara
Indonesia, sistem hukum di Indonesia bersifat majemuk, ini sebagai akibat dari
perkembangan sejarahnya. Disebut demikian karena hingga saat ini di Indonesia
berlaku tiga sistem hukum sekaligus, yakni sistem hukum adat, sistem hukum
Islam, dan sistem hukum barat.
Namun tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa hukum
Islam di Indonesia adalah “hukum yang hidup” (the living law), kendati
secara resmi dalam aspek-aspek pengaturan tertentu, ia tidak atau belum
dijadikan kaidah hukum positif oleh negara. Banyaknya pertanyaaan dan
permaslahan mengenai hukum dalam masyarakat yang diajukan kepada para ulama,
media massa, dan organisasi sosial keagamaan Islam, haruslah dilihat sebagai
sebagai salah satu isyarat bahwa hukum Islam adalah hukum yang hidup dalam masyarakat.
Untuk mewujudkan anggapan tersebut maka dibutuhkan
aktualisasi hukum Islam itu sendiri, agar tetap urgen menjadi bagian dari
proses pembangunan hukum nasional. Aktualisai hukum Islam dapat dibedakan
menjadi dua bentuk: pertama, upaya pemberlakuan hukum Islam dengan
pembentukan peraturan hukum tertentu yang berlaku khusus bagi umat Islam. Kedua,
upaya menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum bagi penyusunan hukum
nasional. Adapun prosedur legislasi
hukum Islam harus mengacu kepada politik hukum yang dianut oleh badan kekuasaan
negara secara kolektif. Suatu undang-undang dapat ditetapkan sebagai peraturan
tertulis yang dikodifikasikan apabila telah melalui proses politik pada badan
kekuasaan negara yaitu legislatif dan eksekutif, serta memenuhi persyaratan dan
rancangan perundang-undangan yang layak.
E.
Romantika Politik Islam Masa Orde
Baru
Rezim Orde
Baru yang dipimpin Soeharto merupakan hasil dari “CPM (Cudeta Politik
Militer)” terhadap Soekarno, telah membuat stempel sejarah dengan
menjadikan dua tregedi sejarah yang terjadi di masa Orde Lama yaitu berdirinya
NII 1949 (-“pemberontakan DI/TII”) dan G 30 S/PKI 1965 sebagai stempel
negara untuk mengokohkan dan mempertahankan kekuasaan sosio politiknya.
Stigma yang dibuat secara sistemik menjadikan “ekstrim kanan” NII dan “ekstrim
kiri” PKI sebagai monster yang membahayakan bagi kelangsungan hidup bangsa
dan negara (Baca : Orde baru).
H. Hartono
Mardjono S.H., (Alm) menangkap fenomena unik yang terjadi pasca penumpasan G 30
S/PKI 1968-an dalam kehidupan sosial politik bangsa Indonesia. Setidakanya ada
tiga fenomena unik diantaranya :
- Pertama, ditengah-tengah kehidupan sehari-hari gairah masyarakat untuk mempelajari dan mengamalkan Islam memang luar biasa. Semua masjid penuh sesak pada setiap shalat Jum’at dan pada saat-saat Shalat Taraweh dan Shalat Ied. Di kantor-kantor, gedung-gedung, sekolah-sekolah, kampus-kampus maupun hotel diselenggarakan shalat Jum’at dan pengajian-pengajian, jumlah jama’ah Haji terus meningkat.
- Fenomena kedua, dikantor-kantor pemerintah maupun perusahaan swasta dan kampus terjadi pembersihan terhadap sisa-sisa yang tersangkut langsung maupun tidak dengan G30S/PKI terus dilakukan.
- Fenomena ketiga, adanya satu kekuatan yang sikap dan tindakannya sangat tidak menyenangkan Islam serta selalu berupaya menyingkirkan Umat Islam dari pemerintahan yang mengelilingi Soeharto sebagai pimpinan Orde Baru. Klik atau kelompok kecil itu berada di bawah pimpinan Ali Moertopo, asisten pribadi bidang politik pimpinan Orde Baru disamping menjadi pemimpin Operasi Khusus (Opsus), sebuah badan ekstrakonstitusional yang melakukan operasi-operasi khusus dengan cara-cara intelejen. Dalam prakteknya OPSUS merupakan invisible government yang dapat melakukan segala macam tindakan, termasuk merekayasa kehidupan sosial politik sehingga peranannya sangat besar dan ditakuti rakyat.
Sebenarnya
telah terjadi dua fenomena yang kontradiktif. Disatu pihak, Islam sangat
diminati dalam kehidupan masyarakat, sekaligus dipelajari, dan diamalkan.
Bahkan potensi umatnya sangat diperlukan dalam menumpas pemberontakan PKI. Akan
tetapi, ibarat anomaly, di dalam masalah politik hal itu menjadi lain
sama sekali.
Kuntowijoyo
, menyatakan bahwa hubungan antara Islam dan negara sebagian ajeg sebagian
naik-turun. Menurutnya Kita “terpaksa” membedakan agama (Islam) sebagai
kekuatan politik dan Islam sebagai Ibadah. Politik Islam demikian sudah
dijalankan pada peralihan abad ke-20 oleh pemerintahan Hindia Belanda atas
anjuran C. Snouck Hurgroje (Baca H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda
(Jakarta: LP3ES, 1985) “Islam Politik” ditekan, “Islam Ibadah” di angkat.
Hasilnya? Lahirnya SI (Syarekat Islam) pada tahun 1911 berkat mobilitas social
kelas menengah terpelajar dan usahawan yang menjadikan Islam sebagai Aqidah dan
Ideologi.
Sadar atau
tidak rupanya Orde Baru memakai politik islam made in C. Snouck
Hurgronje sepanjang 1970-1990. Kepada “Islam Politik” Orde Baru hubungannya
diwarnai kecurigaan, dan kepada “Islam Ibadah” sepanjang tahun 1970 – 1990
menunjukan kenaikan terus menerus.
Dr. Din
Syamsudin melihat hubungan “Islam Politik” dan pemerintahan Orde Baru
diantaranya menyebutkan bahwa masa sepuluh tahun pertama (1966-1976) merupakan
“masa pengkondisian” dimana terjadi depolitisasi terhadap kalangan Islam.
Sepuluh tahun kedua (1976-1986) muncul apa yang disebut “masa uji coba” yang
meniscayakan kalangan Islam menerima Pancasila sebagai asas tunggal dalam
berbagai organisasi sosial politik .
Sementara R.
William Liddle, Indonesianis asal Amerika, menyebutkan bahwa akhir 1960-an
sampai pertengahan tahun 1980-an merupakan masa yang sangat berat bagi umat
Islam, dalam posisinya sebagai kambing hitam tercetusnya berbagai peristiwa di
tingkat nasional. Namun sejak pertengahan 1980-an, kebijakan politik Orde Baru
melalui perlawanan yang bersifat manifes. Dalam hal ini, berkembang berbagai
model koreksi dan kontrol terhadap jalannya kekuasaan melalui cara-cara yang
terbuka dan artikulasi terus-terang.
Berbagai
telaah tentang hubungan umat Islam dengan pemerintahan Orde Baru ternyata
bermuara pada kesimpulan yang sama, yaitu diwarnai pasang surut. Responsifitas
panggung politik Orde Baru terhadap Umat islam secara umum yang berdampak pada
gerakan dakwah Islam secara khusus mengalami 3 masa peralihan.
F.
Marginalisasi Islam Dari Panggung
Politik Orde Baru (1968 – 1988)
Kuntowijoyo
menuliskan tentang “Islam Politik” (istilah yang dipakai beliau tentang Politik
Islam) dimana mitos politik tentang pembangkangan Islam sangat terpateri dalam
kesadaran sejarah bangsa, yaitu sejak kerajaan-kerajaan tradisional (dengan
“Kudeta” para wali melahirkan Kerajaan Demak) Zaman Belanda dengan
PerlawananGerakan Islam), dan NKRI dengan (“DI/TII”) yang menyebabkan pengambil
kebijakan Orde Baru bersikap sangat kritis terhadap “Islam Politik”.
Demikianlah sepanjang tahun 1970 –1988 kata-kata “ekstrem kanan”, “NII”,
“mendirikan Negara Islam”, “SARA” dan “Anti Pancasila” sangat gencar dituduhkan
pada “Islam Politik”. Berjatuhan korban-korban di Nusakambangan, Cipinang, dan
tempat-tempat lain.
Kalangan
umat Islam, khususnya keluarga besar eks-Masyumi merasa sangat kecewa atas
sikap dan kebijakan pemerintahan Orde Baru pada rentang tahun 70-an. Orde Baru
telah melarang kehadiran kembali Masyumi, sementara Ali Moertopo dan
kawan-kawan selaku invisible government melakukan rekayasa politik untuk
mengubah status Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) sebagai
partai politik dengan dukungan penuh ABRI dan birokrasi. Hal lain yang patut
dicatat adalah adanya slogan atau doktrin yang disiapkan Ali Moertopo Cs dan
kemudian selalu didengung-dengungkan di tengah masyarakat bahwa “Islam sangat
membahayakan kelangsungan hidup Pancasila”, bahwa “Politik No, Pembangunan
Yes”, “Rakyat harus menjadi floating mass” serta bagi pegawai negeri dan
karyawan BUMN berlaku asas monoloyalitas mutlak kepada Golkar, bukan kepada
bangsa dan Negara”.
Apa yang
terjadi di tahun 1980-an dalam rangkaian peristiwa politik Orde Baru,
diantaranya yang penting dicatat :
- Tanggal 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto dengan resmi mengemukakan gagasan “Asas Tunggal Pancasila” di depan sidang pleno DPR RI yang kemudian tertuang dalam Tap II/MPR/1983, tentang GBHN yang mengatur kehidupan sosio politk, yang menegaskan : “… demi kelestarian dan pengamalan Pancasila, secara partai politik dan Golongan Karya harus benar-benar menjadi kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila, sebagai satu-satunya asas.”
- Sementara itu Menteri Agama RI pada tanggal 6 November 1982 menyatakan “Wadah Musyawarah antar Umat Beragama” yang diakui oleh pemerintah sebagai lembaga, terdiri dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) DGI (Dewan Gereja Indonesia), MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia), PHDP (Parasida Hindhu Dharma Pusat) dan WALUBI (Perwalian Umat Budha Indonesia). Sementara majelis agama dan organisasi kemaysrakatan mempunyai asas keyakinan menurut agama masing-masing dengan tetap tidak mengabaikan penghayatan dan pengamalan Pancasila, sebab tujuan mereka ialah “ …Untuk membina umatnya masing-masing agar menjadi pemeluk/pengikut agama yang taat, sekaligus warga negara yang Pancasilais”.
- Selanjutnya Menteri Pemuda dan Olah Raga, Abdul Gafur mendesak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bukan parpol untuk merubah Anggaran Dasar Organisasinya dalam Kongres HMI di Medan, menjadikan Pancasila sebagai asas.
- Pemerintah Orde Baru mengajukan RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menegaskan pasal 2 berbunyi : “Organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas”. Dan RUU tersebut disahkan menjadi UU oleh DPR.
Menarik
untuk dicermati respon M. Natsir (alm) terhadap perkembangan politik
pemerintahan Orde Baru tahun 1980-an pada Panji Masyarakat No. 542 Juni 1987
beliau menyatakan : “ Dulu Islam dan Pancasila ibarat dua sejoli, “kerabat
kerja” yang bersama-sama tampil ke depan dalam menghadapi persoalan-persoalan
hidup bermasyarakat dan bernegara. Sementara itu zaman beredar, musim berganti.
Sekarang (1980-an) kelihatan duduk berdampingan saja tidak diperbolehkan lagi.
Selanjutnya beliau menyatakan “ adapun perspektif di zaman seterusnya banyak
sekali tergantung kepada umat Islam sendiri. Kepada kemampuannya memulihkan
rasa-harga-diri, dan kualitas kegiatannya menghadapi ujian masa. Tidak ada yang
tetap dalam hidup –duniawi ini. Yang tetap hanya terus beredarnya perubahan.
G.
Masa Orde Baru yang akomodatif
terhadap Islam (1988 – 1996)
Bila
Dasawarsa 1970-an dihiasi dengan adanya peristiwa Komando Jihad (Komji), 1984
terjadi Peristiwa Tanjung Periok, tahun 1989 ada GPK Lampung. Pada tahun 1990-an
istilah “Islam phobi” balik digunakan untuk orang-orang yang mencoba
mendeskriditkan Islam maka sejak itu menurut Kunto gugurlah mitos-mitos politik
pembangkangan Islam. Umat merasakan kembali hak sebagai warga negara penuh,
umat Islam bukan lagi Underdog.
Diawali pada
periode Kabinet Pembangunan V (1988-1993) dan diteruskan pada Kabinet
Pembangunan VI (1993-1998), kebijakan politik Mandataris MPR yang akomodatif
terhadap Islam memang dapat dilihat dan dirasakan. Islam dan umat tidak “lagi”
dipinggirkan dan disudutkan dari kekuasaan politik sehingga ajaran-ajarannya
mulai dirasakan manfaatnya bagi kepentingan pembangunan dan kehidupan bangsa
Indonesia . Keadaan sosio politik pasca 1988 berpengaruh pula terhadap adanya
iklim kondusif bagi berkembangnya gerakan dakwah.
Sikap
akomodatif pemerintah terhadap umat Islam diantaranya :
- Disetujuinya Inisiatif pemerintah yang mengajukan RUU Sistem Pendidikan Nasional kepada DPR dan menjadi UU Sistem Diknas yang salah satu ketentuan dalam UU tersebut tercantum adanya Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran wajib yang harus diberikan kepada anak didik dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi.
- Disyahkannya UU Peradilan Agama yang memuat bahwa bagi mereka yang beragama Islam berlaku hukum Islam dalam masalah perkawinan, warisan, waqaf, hibah dan sedekah.
- Disyahkannya UU Perbankan tentang keberadaan Bank Muamalat Indonesia dengan system Ekomoni Syari’at dan diperbolehkannya berdirinya Bank-bank yang berdasarkan system ekonomi syari’at, maka berdirilah Bank-bank Perkeriditan Syari’at (BPR Syariah).
- Penghapusan larangan mengenakan Jilbab. Sebelum SU MPR 1988, sejak tahun 1978 di lingkungan sekolah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daud Yusuf yang juga Direktur CSIS melarang siswa Muslimah mengenakan Jilbab yang berdampak pada banyaknya korban yang dikeluarkan oleh pihak sekolah. Kebijakan ini mendapat reaksi yang sangat keras dari Umat Islam yang akhirnya larangan mengenakan jilbab di hapus oleh pemerintah.
- Penghapusan Judi SDSB seusai SU MPR 1988.
- Berdirinya ICMI yang diketuai oleh Prof. Dr. Ing B.J. Habibie yang juga selaku Menristek pada tahun 1990. Dengan hadirnya ICMI berdampak pada akomodatif pemerintah terhadap umat Islam.
- Dijadikannya IMTAK (Iman dan Takwa) sebagai asas Pembangunan Nasional dalam GBHN 1993 yang merupakan produk SU MPR 1993.
- Melemahnya kekuasaan “RMS” (Radius, Mooi, Sumarlin) pada Kabinet Pembangunan VI tahun 1993 dan digantikan perannya oleh Saleh Afif dan Mar’ie Muhammad, serta banyak menteri baru dari ICMI, sehingga menguatnya isu Islamisasi atau “penghijauan” di pemerintahan.
Mendekatnya
Soeharto ke Islam adalah realitas politik yang dihadapi pada masa ini. Menurut
sejumlah pengamat, bergesernya sikap politik Soeharto yang lebih cenderung ke
Islam memunculkan tiga kemungkinan.
Pertama adanya kooptasi pemerintah terhadap
umat Islam. Pemerintah sebagai subyek menjadikan umat Islam sebagai obyek dan
dimanfaatkan untuk tujuan politiknya.
Kedua, adanya
akomodasi pemerintah terhadap umat Islam. Pemerintah menyadari akan
kekeliruannya di masa lalu. Sebagai balasannya, pemerintah mengakomodasi
kepentingan umat Islam dengan cara mendekati, merangkul umat Islam dan
memberikan tempa yang layak di dalam inner circle kekuasaan.
Ketiga, suatu
bentuk integrasi umat ke pemerintah. Disini posisi umat sebagai pihak yang
pro-aktif terhadap pemerintah. Umat Islam sebagai subyek melakukan integrasi ke
dalam lingkar kekuasaan. Hal ini dapat juga dibaca sebagai keberhasilan umat
Islam membuat jaringan dakwah hingga menembus lapisan kekuasaan tertinggi,
yakni presiden .
Sulit untuk
melihat dari tiga kemungkinan itu mana yang benar karena sejarah politik Islam
di Indonesia tidak pernah terlepas dari idiom “pendorong mobil mogok” “habis
manis sepah dibuang” atau politik “NU (Nurut Udud)”.
H. PENUTUP
Menyimak perjalanan sejarah transformasi hukurn Islam
di Indonesia, memang sangat sarat dengan berbagai dimensi historis, filosofis,
politik, sosiologis dan yuridis. Dalam kenyataannya, hukum Islam di Indonesia
telah mengalami pasang surut seiring degan politik hukum yang diterapkan oleh
kekuasaan negara. Ini semua, berakar pada kekuatan sosial budaya mayoritas umat
Islam di Indonesia telah berinteraksi dalam proses pengambilan keputusan
politik, sehingga melahirkan berbagai kebijakan politik bagi kepentingan masyarakat
Islam tersebut.
Dari alur pembahasan yang telah dipaparkan dalam
makalah ini, jika dihubungkan dengan teori politik hukum yang dirumuskan oleh
Mahfud MD. maka nampaknya penulis cenderung berkesimpulan bahwa yang terjadi
Indonesia adalah politik determinan atas hukum. Situasi dan kebijakan
politik yang sedang berlangsung sangat mempengaruhi sikap yang harus diambil
oleh umat Islam, dan tentunya hal itu sangat berpengaruh pada produk-produk
hukum yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Gaffar. Affan, Politik
Indonesia: Tradisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Anwar. M. Syafi’i, Politik
Akomodasi Negara dan Cendekiawan Muslim Orde Baru: Sebuah Retrospeksi dan
Refleksi, Bandung: Mizan, 1995.
Mahfud MD., Moh., “Perjuangan
Politik Hukum Islam di Indonesia”, makalah disampaikan pada seminar yang
diadakan oleh Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 25 November 2006.
wah... ini infonya menarik... thanks yah....
BalasHapusTerimakasih Wawasanya.....
BalasHapusArtikelnya bagus2....
BalasHapusSangat membantu kita ya????
BalasHapusObat Sipilis Herbal
Obat Sipilis Ampuh
Obat Sipilis Paling Manjur
Obat Sipilis Raja Singa
Terimakasih Atas informasinya, sedikit share dari kami.....
BalasHapusObat Kutil Kelamin Paling Ampuh
Obat Kutil Kelamin Ampuh
Kutil Di Kelaminr
Kutil Kelamin
Cara Mengobati Kencing Nanah
BalasHapusCara Mengobati Herpes Paling Ampuh
Cara Mengobati Kutil Kelamin Paling Ampuh
Cara Mengobati Sipilis
Cara Mengobati Kencing Nanah Paling Jos
Cara Mengobati Herpes Paling Jos
Cara Mengobati Kutil Kelamin Paling Jos
Cara Mengobati Sipilis Paling Jos
Cara Mengobati Kencing Nanah Paling Jitu
Cara Mengobati Herpes Paling Jitu
Cara Mengobati Kutil Kelamin Paling Jitu
Cara Mengobati Sipilis Paling Jitu
Obat Penyakit Kelamin
BalasHapusObat Kutil kelamin
Obat Sipilis
Obat Kencing Nanah
Obat Herpes
Obat Wasir
Obat Wasir Ambeclear
bermanfaat ,kunjungi juga Buku: Perkembangan Hukum Tata Negara
BalasHapusIni termasuk politik hukum di indonesia yang dari zaman belanda kan?
BalasHapus