Selasa, 01 Mei 2012

Pengertian jinayah/jarimah

Pengertian jinayah secara bahasa adalah
اِسْمٌ لِمَا يَجْنِيْهِ الْمَرْءُ مِنْ شَرٍّ وَمَا اكْتَسَبَهُ
Nama bagi hasil perbuatan bagi seseorang yang buruk dan apa yang di usahakan
Pengertian jinayah secara istilah Fuqaha sebagaimana yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah :
فَالْجِنَا يَةُ اِسْمٌ لِفِعْلٍ مُحَرَّمٌ شَرْعًا,سَوَاءٌ وَقَعَ الْفِعْلُ عَلَى نَفْسٍ أَوْ مَالٍ اَوْ غَيْرُ ذَالِكْ
Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut  mengenai jiwa, harta, atau lainnya.[1]
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq adalah:
Yang di maksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang.dan perbuatan yang dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda”.[2]
Dalam konteks ini pengertian Jinayah sama dengan jarimah.
            Menurut bahasa, jarimah berasal dari kata (جَرَمَ ) yang sinonimnya ( كَسَبَ وَقَطَعَ ) artinya: berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus untuk usaha yang tidak  baik atau usaha yang di benci oleh manusia.[3]
Menurut istilah, Imam Al Mawardi mengemukakan sebagai berikut :
اَلْجَرَاءِمُ مَحْظُوْرَاتٌ شَرْعِيَّةٌ زَجَرَاللهُ تَعَالَى عَنْهَابِحَدٍّأَوْ تَعْزِيْرٍ
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang di larang oleh syara’, yang di ancam dengan hukuman had atau ta’dzir.[4]


Perbuatan yang di larang ( مَحْظُوْرَاتٌ ) adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang dan adakalanya meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.sedangkan lafadz syari’ah (شَرِيْعَةٌ ) dalam definisi tersebut mengandung pengertian bahwa suatu perbuatan yang baru di anggap sebagai jarimah apabila perbuatan itu dilarang oleh syara’ dan diancam dengan hukuman. Dengan demikian apabila perbuatan itu tidak ada larangan nya dalam syara’ maka perbuatan tersebut hukumnya mubah sesuai dengan kaidah yang berbunyi :
اَلْأَصْلُ فِى الْأَ شْيَاءِ الْاءِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيْلُ عَلَي التَّحْرِيْمِ
Pada dasarnya semua perkara di bolehkan, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.[5]
Lafal had mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Had dalam arti umum meliputi semua hukuman yang telah di tentukan oleh syara’, baik hal itu merupakan hak Allah maupun hak individu. Dalam pengertian ini termasuk hukuman qishash dan diat. Dalam aarti khusushad itu adalah hukuman yang telah di tentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah,  seperti hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian, dera seratus kali untuk jarimah zina, dan dera delapan puluh kali untuk untuk jarimah qadzaf. Dalam pengertian khusus ini , hukuman qishash dan diat tidak termasuk, karna keduanya merupakan hak individu. Sedangkan pengertian “ta’zir” adalah hukuman yang belum di tentukan oleh syara’ dan untuk penetapan serta pelaksanaannya diserahkan kepada Ulil amri (penguasa) sesuai dengan bidangnya.
walaupun demikian, meskipun hukuman ta’zir itu ketentuannya diserahkan kepada Ulil amri (penguasa), namun dalam pelaksanaan  tetap berpedoman kepada dasar-dasar yang telah ditetapkan oleh Alqur’an dan As-sunnah dengan tujuan untuk mencegah manusia, supaya ia tidak membuat kekacauan dan kerusakan.
B.     RUANG LINGKUP JINAYAH/ JARIMAH
Ruang lingkup hukum pidana islam meliputi pencurian, perzinaan (termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang yang baik-baik berbuat zina (al qadzaf), meminum minuman yang memabuk kan(khamar), membunuh dan/melukai seseorang, merusak harta seseorang, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan yang di maksud disebut adalah jarimah.
C.    MACAM – MACAM JARIMAH
Jarimah itu sangat banyak macam dan ragamnya. Akan tetapi secara garis besar kita dapat membaginya dalam engan meninjauinya dari beberapa segi:
1.      Di tinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman
Dari segi berat ringannya hukuman, jarimah dapat di bagi kepada tiga bagian. Antara lain :
a.       Jarimah Hudud
b.      Jarimah  Qishash dan Diat, dan
c.       Jarimah Ta’zir

a.       Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman had. Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah di tentukan oleh syara’ dan menjadi hak Allah (masyarakat)
Ciri khas Jarimah Hudud itu adalah sebagai berikut:
1.      Hukumnya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2.      Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalu ada hak manusia disamping hak Allah, maka hak Allah yang lebih menonjol. Pengertian hak Allah sebagaimana di kemukakan oleh mahmud syaltut :
“hak Allah adalah suatu hak yang manfa’atnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang”.[6]
Dalam hubungannya dengan hukuman had maka pengertian hak Allah di sini adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa di hapuskan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang di wakili oleh negara.
Adapu jarimah hudud ini terbagi menjadi tujuh macam. Yakni :
1.      Jarimah Zina
2.      Jarimah Qazdaf
3.      Jarimah Syurbul khomri
4.      Jarimah Pencurian
5.      Jarimah Hirabah
6.      Jarimah Riddah
7.      Jarimah Al Baghyu (pemberontakan)[7]

b.      Jarimah Qishash dan Diat
Jarimah Qishash dan diat adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman qishash atau diat. Baik qishash maupun diat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaanya dengan hukuman had adalah bahwa had merupakan hak Allah (masyarakat) , sedangkan qishash dan diat adalah hak manusia (individu). Dan adapun yang dimaksud dengan hak manusia sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud Syaltut : “Hak manusia adalah suatu hak yang manfa’atnya kembali kepada orang tertentu”
Pengertian hak manusia di sini  adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskan atau dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Adapun ciri hasnya jarimah qishash dan diat adalah sebagai berikut :

1.      Hukumannya sudah tertentu terbatas, dalam arti bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2.      Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa koban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Adapun  jarimah qishash dan diat hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila diperluas maka ada lima macam, yaitu:
1.      Pembunuhan sengaja
2.      Pembunuhan menyerupai sengaja
3.      Pembunuhan karena kesalahan
4.      Penganiayaan sengaja
5.      Penganiayaan tidak sengaja

c.       Jarimah Ta’zir
Jarimah ta’zir  adalah jarimah yang di ancam dengan hukuman ta’zir. Pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran. Juga diartikan Ar rad wa Al Man’u[8] , artinya menolak dan mencegah, akan tetapi menurut istilah, sebagai mana di kemukakan oleh imam Al Mawardi yakni :
“Ta’zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum di tentukan hukumannya oleh syara’.[9]
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta’zir  itu adalah hukuman yang belum di tetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada Ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukuman secara global saja. Artinya pembuat undang- undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya.
Adapun ciri-ciri nya adalah sebagai berikut :
1.      Hukumannya sudah tertentu terbatas, dalam arti bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2.      Penentuan hukumannya adalah hak penguasa.
Berbeda dengan jarimah hudud dan qishash maka jarimah ta’zir tidak ditentukan banyaknya, hal ini oleh karena yang termasuk jarimah ta’zir ini adalah setiap perbuatan maksiat yang tidak di kenakan hukuman had dan qishash, yang di jumlahnya sangat banyak.


Tentang jenis-jenis jarimah ta’zir ini ibnu taimiyah mengemukakan :
Yang artinya :
“ perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kifarat, seperti mencium anak-anak (dengan syahwat) mencium wanita lain yang bukan istri, tidur satu ranjang tanpa persetubuhan, atau memakan barang yang tidak halal seperti darah dan bangkai.... . . .
Maka semuanya itu di kenakan hukum ta’zir sebagai pembalasan dan pengajaran, dengan kadar hukuman yang di tetapkan oleh penguasa.[10]

Tujuan di berikannya hak penentuan jarimah-jarimah ta’zir dan hukumannya kepada penguasa adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya.
3.      Di tinjau dari segi niat
Jarimah ini terbagi menjadi dua yakni :
a.       Jarimah sengaja, dan
b.      Jarimah tidak sengaja.

a.       Jarimah sengaja menurut Muhammad Abu Zahrah adalah :
“ Jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang di lakukan oleh seseorang dengan kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut di larang dan di ancam dengan hukuman”[11]
b.      Abdul Qadir Audah mengemukakan pengertian jarimah tidak sengaja sebagai berikut:
“Jarimah tidak sengaja adalah jarimah di mana pelaku tidak sengaja (berniat) untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya”
Contohnya seperti seseorang menembak orang lain yang di sangkanya penjahat yang sedang dikejarnya, tetapi kemudian ternyata penduduk biasa.
4.      Di tinjau dari segi Waktu tertangkapnya
Jarimah ini terbagi menjadi dua bagian, yakni :
a.       Jarimah tertangkap basah ( jaroo imul mutalabbasu biha)
b.      Jarimah yang tidak tertangkap basah (jaroo imu laa talbasu fiha)[12]


5.      Di tinjau dri segi Cara melakukannya.
Jarimah ini juga terbagi menjadi dua, yakni:
a.       Jarimah positif (jaroo imu ijaabiyyatu)
b.      Jarimah negatif (jaroo imu salbiyatu)[13]
Pengertian jarimah positif adalah jarimah yang terjadi karna melakukan perbuatan yang dilarang, seperti pencurian, zina, dan pemukulan. Seangkan jarimah negatif adalah jarimah yang terjadi karna meninggalkan perbuatan yang di perintahkan,seperti tidak mau menjadi saksi , enggan melakukan sholat dan puasa.
6.      Di tinjau dari segi objeknya.
Jarimah ini juga terbagi menjadi dua yakni:
a.       Jarimah perseorangan ( jaroo imu dhiddul afradi)
b.      Jarimah masyarakat (jaroo imu dhiddul jama’ati)
Penhgertian jarimah perseorangan adalah suatu jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya di jatuhkan untuk melindungi hak perseorangan ( individu), walaupun sebenarnya apa yang menyinggung individu, juga berarti menyinggung masyarakat.
Pengertian jarimah masyarakat adalah suatu jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya di jatuhkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, walaupun sebenarnya kadang-kadang apa yang menyinggung masyarakat, juga menyinggung perseorangan.
7.      Di tinjau dari segi tabi’atnya.
Jarimah yang di tinjau dari segi ini terbagi dua, yakni:
a.       Jarimah biasa (jaroo imu ‘adiyyatun)
b.      Jarimah politik ( jaroo imu siyasatun)
Jarimah biasa adalah jarimah yang dilakukan oleh seseorang tnpa mengaitkannya dengan tujuan tujuan politik. Sedangkan jarimah politik, sebagaimana di kemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah :
“jarimah politik adalah jarimah yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat pejabat pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah di tentukan oleh pemerintah”.
D.    ASAS ASAS HUKUM PIDANA ISLAM
Asas mempunyai beberapa pengertian. Salah satu di antaranya adalah kebenaran yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat. Selain itu, juga berarti alas atau landasan.
Asas hukum islam berasal dari alqur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.,baik yang bersifat rinci maupun yang bersifat umum. Sifat asas hukum itu dikembangkan oleh akal fikiran manusia yang memenuhi syarat untuk itu. Hal demikian dapat diketahui bahwa asas –asas hukum islam meliputi: (1) asas-asas umum, (2) asas-asas hukum pidana, (3) asas-asas hukum perdata, dan masih banyak asas hukum  yang lainnya seperti asas hukum internasional, asas-asas hukum administrasi negara dll.
1.      Asas-Asas Umum
Asas-asas hukum Islam adalah asas-asas hukum yang meliputi semua bidang dan lapangan hukum islam, yaitu sebagai berikut:
a.       Asas Keadilan
Asas keadilan adalah asas yang penting dan mencangkup semua asas dalam bidang hukum islam. Akibat dari pentingnya asas tersebut, Allah SWT mengungkapkan di dalam Alquran lebih dari 1.000 kali, terbanyak disebut setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan. Diantaranya adalah dalm surah Shadd (38) ayat 26 .
b.      Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan yang dapat di hukum kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan yang ada dan berlaku pada perbuatan itu. Asas ini berdasarkan Alquran surah Al-Israa’ (17) ayat 15 dan Al Ma’idah (5) ayat 95.
c.       Asas Kemanfa’atan
Asas kemanfa’atan adalah asas yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum yang telah disebutkan di atas. Dalam melaksanakn asas keadilan dan kepastian hukum, seyogyanya di pertimbangkan asas kemanfa’atannya, baik kepada yang bersangkutan sendiri maupun kepada kepentingan masyarakat. Asas ini berdasarkan Alquran surah Al Baqarah (2) ayat 178.
2.      Asas-Asas Hukum Pidana
Asas-asas hukum pidana islam adalah asas-asas hukum yang mendasari pelaksanaan hukum pidana islam, di antaranya :
a.       Asas Legalitas
Asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang yang mengaturnya. Asas ini berdasarkan Alquran Surah Al Israa’ (17) ayat 15 dan surah Al-An’am (6) ayat 19.
b.      Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Kepada Orang Lain
Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan manusia, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat akan mendapatkan imbalan yang setimpal. Asas ini terdapat dalam Al Quran  Surah Al-An’am ayat 165. Surah Al-Faatir ayat 18, Surat Az-Zumar ayat 7, Surah An-Najm ayat 38, Surah Al-Muddatstsir ayat 38.
c.       Asas Praduga Tak Bersalah
Asas paraduga tak bersalah adalah asas yang mendasari bahwa seseorang yang di tuduh melakukan sesuatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahannya itu.
3.      Asas –Asas Hukum Perdata
Asas-Asas hukum perdata Islam adalah asas-asas hukum yang mendasari pelaksanaan hukum perdata islam, diantaranya: (1) asas kekeluargaan (2) asas kebolehan atau mubah (3) asas kebajikan (4) asas kemslahatan hidup, dan masih banyak lagi asas asas hukum perdata Islam yang tidak di ebutkan disini.[14]    









DAFTAR  PUSTAKA
Ali, Zainuddin. HUKUM PIDANA ISLAM, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (fiqh Jinayah), Bandung : Pustaka Setia, 2000
Wardi Mukhlis, Ahmad. Pengantar dan Asas HUKUM PIDANA ISLAM Fiqh Jianayah, Jakarta : Sinar Grafika, 2004
Wardi Mukhlis, Ahmad. HUKUM PIDANA ISLAM, Jakarta : Sinar Grafika, 2005


[1]  Abdul Qodir Audah, At Tasyri’ Al jina’iy Al Islamiy, juz 1, Dar Al Kitab Al ‘Araby, Bierut, tanpa     tahun, halamn 67.
[2]  Sayid Sabiq, Fiqh As-sunnah, juz II, Dar Al Fikr, Beirut, cetakan II. 1982, halaman 110
[3]  Muhammad Abu Zahrah, Al jarimah wa Al ‘Uqbah fi Al fiqh Al Islamiy, Maktabah Al Angelo Al Mishriyah, kairo, tanpa tahun, halamn 22.
[4]  Al Mawardi, Al Ahkam As Sulthaniyah, maktabah Musthafa Al Baby Al Halaby, mesir, 1973, cetakan III, halaman 219. Juga lihat: Abi Ya’la Muhammad Ibn Al Husain, Al Ahkam As Sulthaniyah, Maktabah Ahmad Ibn Sa’ad, surabaya, 1974, cetakan III, halaman 257.

[5]  Jalaluddin As Syuyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, Dar Al Fikr, tanpa tahun, halaman 43
[6]  Mahmud syaltut, Al Islam ‘Aqidah wa Syari’ah. Dar Al Qolam, cetakan III, 1996, halamn 296
[7]  Abdul Qadir Audah, op cit, halamn 79.
[8]  Dr. Abdul Aziz ‘Amir, At Ta’zir fi As Syari’ah Al Islamiyah, Dar Al Fikr Al Araby, cetakan IV. 1969, halaman 52.
[9]  Al Mawardi, op cit, halaman 236.
[10]  Ibn Taimiyah, As Siyasah As Syari’iyyah, Maktabah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah, Kairo, 1961, halaman 112.
[11]  Muhammad Abu Zahrah, op cit., halaman 143.
[12]  Ibid, halaman 85
[13]  Abdul Qadir Audah., op cit., halaman 86.
[14]  Lihat, H. Mohammad Daud Ali, op. Cit., halaman. 114

Tidak ada komentar:

Posting Komentar