Rabu, 02 Mei 2012

PENELITIAN HUKUM


A.    Pengertian Ilmu Hukum
Sebelum membahas tentang penelitian hukum adakala baiknya kita mengetahui tentang pengertian ilmu hukum itu sendiri.
Sebagai langkah awal dari usaha menjawab pertanyaan itu adalah membenahi kembali pengertian ilmu hukum. Beberapa penulis berbahasa inggris secara keliru  menyebutkan ilmu hukum sebagai legal scence. Kalau kita melihat dari segi metodologisnya, bahwa kata legal  dalam bahsa inggris erakar dari kata lex. Sedangkan didalam bahasa inggris kata law mempunyai dua pengertian,  pertama, rupakan sekumpulan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan didalam mencapai keadilan, dan yang  kedua, merupakan aturan prilaku yang dirunjukkan untuk menciptakan ketertiban masyarakat.
Maka dari itu untuk mengindari hal semacam ini dalam bahsa inggris ilmu hukum secara tepat disebut sebgai jurisprudence. Kata  jurisprudence berasal dari dua kata Latin,  yaitu iuris yang artinya hukum dan prudentia yang maksudnya kebijksanaan atau pengetahuan, dengan demikian  jurisprudence  berarti pengetahuan hukkum.
Dilihat dari segi etimologis tersebut, tidak berlebihan kalau Roberr L Hayman, memberikan pengertian ilmu hukum dalam hal ini jurisprudence secara luas sebagai segalasesuatu yang bersifat teoritis tentang hukum. Apa yang dikekemukakan oleh Hayman tersebut dapat juga mempunyai pengertian suatu metode kaian tentang makna hukum secara universal. Akan  tetapi kadang-kadang juga istilah jurisprudence disinonimkan the science of law.[1]
Jurisprudence merupakan suatu disiplin yang bersifat suigeneris. Dengan demikian, kaljian tersebutt idak termasuk kedalam bilangan kajian yang bersifat empirik maupun evaluatif. Jurisprudence bukanlah semat-mata stud tentang hukum, melainkan lebih dari itu yaitu studi tentang sesuatu yang mengenai hukum. Hari Chand secara tepat membandingkan mahasiswa hukum dengan mahasiswa kedokteran  yang mempelajari di bidangnya masing-masing.Ia menyatakan bahwa   mahasiswa kedokteran yang akan mempelajari anatomi manusia harus mempelajari kepala, telinga, mata, dan semua bagian tubuh dalam struktur, hubungan dan fungsinya. Sama halnya seorang mahasiswa hukum yang mempelajari subtansi hukum harus belajar konsep hukum, kaidah-kaidah hukum, struktur, dan fungsi hukum. Lebih lanjut ia memengemukakan bahwa disamping mepelajari tubuh manusia secara keseluruhan, seorang mahasiswa kedokteran perlu juga mempelajari faktor-foktor eksternal yang memengaruhi tubuh, misalnya, panas, dingin, air, kuman-kuman, virus, serangga, dan lain-lain. Hal yang sama juga berlaku bagi mahasiswa hukum, yaitu mempelajari faktor-faktor sosial, politik, budaya, ekonomi dan nilai-nilai. 
Dengan demikian ilmu hukum memandang hukum dari dua aspek, yaitu sebagai sitem nilai dan sebagi aturan sosial. Sebagi itik anjak mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan hukum. Hal inilah yang membedakan ilmu hukum   dengan disiplin lain yang mempunyai kajian hukum displin lain tersebut memandang hukum dari luar. Studi-studi sosial tentag hukum menempatkan hukum sebagai gejala sosial. Sebaliknya studi-studi yang bersifat evaluatif menghubungkan hukum denagn etika dan moralitas, merupakan tugas dari para juris untuk menyeleksi bahan-bahan apa yang paling releven untuk studinya.
B.    Pengertian Penelitian Hukum
Penelitian berarti pencarian kembali, pencarian yang dimaksud adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan di pakai untuk menjawab pertanyaan tertentu. Dengan kata lain, penelitian upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, dan melatih kita untuk selalu sadar bahwa di dunia ini bayak yang kita tidak ketahui, dan apa yang kita coba cari, temukan, d  n ketahui itu tetaplah bukanlah kebenaran mutlak. Oleh sebab itu perlu diuji kembali.[2]
Menerapkan hukum terhadap suatu situasi tertentu memerlukan keahlian dalam analisis hukum. Seorang lawyer mampu untuk menganalisis situasi faktual dan menerapkan doktrin-doktrin hukum yang telah terbentuk atau dengan mengunakan doktrin stare decisis,merujuk kepada putusan-putusan hakim terdahulu dalam perkara serupa. Dokttrin yang ada bukan tidak mungkin saling berbenturan. Oleh karena itulah ia harus dapat menimbang doktrin mana yang mempunyai relevensi dengan masalah yang dihadapi. Sebenarnya keahlian semacam itu didapatkan dari fakultas hukum. Atau dengan kata lain, penelitian hukum yang dikemukakan oleh Chohen tersebut harus menjadi bagian dari kurikulum fakultas hukum.
Berdasarkan pandangan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian penelitian hukum itu adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-hukum hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab semua isi hukum yang dihadapi.hal ini sesuai dengan karekter preskriptif ilmu hukum. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta disebabkan suatu faktor tertentu.penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasu, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalkam menyelesaikan masalah yang dihadapi.jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban yang diharapkan salah atau benar. Dengan demikian dapat kita katakan hasil yang diperoleh didalam penelitian hukum sudah mengandung nilai.[3]
Ilmu hukum merupakan ilmu terapan an bersifat preskriptif. Sebagai suatu ilmu terapan, ilmu hukum di pelajari untuk praktek hukum. Akan tetapi yang dnamakan dalam praktik hukum tidak elalu berkonotasi dengan adanya sengketa. Praktik hukum dapat saja berupa tela’ah atas suatu kontrak tertentu, pembuatan kontrak, atau audit hukum, atau perusahaan tertentu atau penyiapan naskah akademis suatu rancangan udang –undang. Dari hasil tela’ah tersebut dapat disebut opini atau pendapat hukum. Opini atau pendapat hukum yang di kemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskripsi begitu juga tuntutan jaksa petitum atau eksepsi dalam pokok perkara didalam litigasi berisi preskripsi.
Untuk dapat memberikan preskripsi itulah guna keperluan praktik hukum dibutuhkan penelitian hukum,. Dalam membuat kontarak atau naskah akademis suatu RUU, diperlukan penguasaan atas meteri yang hendak dijadikan objek kontrak atau undang-undang tersebut. Misalnya kontrak antara suatu perusahaan tertentu dengan perusahaan penyedia tenga  kerja. Ahli hukum dalam hal ini harus memahami UU ketenagakerjaan yang melarang adanya suatu outsourcing untuk kegiatan utama. Dalam hal ini perlu dipelajari oleh ahli hukum mengenai apa yang disebut sebagai kegiatan utama. Begitu pula perancang naskah akademis UU transaksi Eloktronik, misalnya, perlu melakukan penelitian mengenai filosof saat terjadinya perjanjian yang menjadi dasar transaksi tersebut. Kecakapan pembuat perjanjian, dan lain-lain. Yang semuanya dapat ditelusuri dar buku-buku hukum, khususnya dibidag perjanjian. Baik perancang perjanjian atau naskah akademis suatu RUU tidak dapat mengarang seenaknya , melainkan harus berdasrkan prinsip,doktrin, filsafat hukum tertentu.
C.    Langkag-Langkah Dalam Penelitian Hukum
Apa bila seorang peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, maka sebelumnya dia perlu memahami metode dan sistematika penelitian, sudah tentu hal itu harus ada, apabila yang bersangkutan hendak mengungkapkan kebenaran melalui suatu kegiatan ilmiah. Sebab, adakalanya kebenaran-kebenaran itu tadi di peroleh melalui upaya-upaya untung-untungan, spekualasi, karena kewibawaan seseorang, dan lain sebaginya.memang dalam mengungkapkan kebenaran yang menjadi salah satu dasar pengetahhuan, seorang peneliti harus dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat dikwalifikasikan sebagai upaya ilmiah. Hal ini di sebabkan, karena ilmu pengetahuan pada umumnya di peroleh pada sumber-sumber tertentu. Sumber tersebut adalah antra lain, obaevasi, generalisasi, dan teorisasi. Observasi atau pengamatan menghasilkan gambaran-gambaran atau deskripsi khusus, sedangkan generalisasi, menghasilkan deskripsi yang bersifat umum. Teorisasi biasanya menghasilkan teori-teori atau penjelasan-penjelasan mengenai fakta yang terjadi. Hal inilah yang merupakan sumber-sumber primer atau utama dari pada ilmu pengetahuan.untuk memperoleh deskripsi-deskripsi umum atau khusus maupun teori-teori, diperlukan cara-cara tertentu. Tanpa metode tersebut, ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup, apalagi berkembang.[4]
Penelitian hukum untuk praktik hukum ini akan mrnghasilkan argumentasi hukum. Argumentasi hukum ini oleh ahli hukum akan di tuangkan ke dalam legal  memorandum yang di buat sesama ahli hukum dan sarat dengan bahasa hukum. Jika untuk klien, argumentasi hukum dituangkan di dalam Legal Opinio, dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh klien.apabila untuk keperluan untuk beracara di pengadilan, argumentasi hukum di tuangkan didalam bentuk eksepensi, pleidoi, reflik, (bagi jaksa), kesimpulan (bagi kuasa penggugat maupun yang tergugat) maupun putusan hakim. [5]
Sebagaimana langkah yang pertama dalam penelitian hukum untuk keperluan praktis adalah mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak releven.sering kali kasusu yang di kemukakan oleh klien bercampur antara fakta dan pendapat serta keinginan klein. Dalam hal ini ahli hukum harus dapat membedakan mana yang fakta dan mana yang pendapat klein.lebih jauh ahli hukum harus dapat membedakan mana yang fakta hukum dan mana yang bukan fakta hukum.dengan membedakan fakta hukum dan fakata non hukum peneliti dapat menetapkan isi hukum yang hendak dipecahkan.
Untuk mendapatkan fakta dan memisahkan dari pendapat dan keingina klein, ahli hukum secara perlahan-lahan dan bijak menanyakan secara lebih dalam kepada klein mengenai kasus tersebut. Dari perbincangan dengan klein, ahli hukum dengan keahlian yang dimilikinya akan mampu memisahkan antara fakta dan pendapat atupun keinginan klein. Sebagai contoh dapat di kemukakan, seorang klein menceritakan kejadian sebagai berikut, pada hari jum’at legi Riswanto memasang water treatmen  di pabrik tahu saya. Saya membeli water treatmen  tersebut karena ditawari oleh salesman bernama Yongky. Orang ini minta izin untuk mendomentrasikan alat itu diperusahaan saya. Saya kabulkan dan ternyata kemudian saya tertarik, lau saya meminta alat perusahannya. Saya dikasih alamat dan saya pesan. Setelah itu Yongkiy telpon saya bahwa akan memasang pada hari jum’at. Saya sebenarnya keberatan karena jum’at pertama bulan lalu itu jum’at yang legi. Tetapi Yongky mengatakan bahwa waktu itu waktu yang tepat karena ia akan kediri untuk memasang diperusahaan yang lain  adi lebih baik sekalian. Itu sebabnya pada hari itu lalu alat tu dipasang. Yang memasang bukan di yongky, walaupun yang mengantarkannya dia. Kata Yongki, dirinya orang yang bukan ditugasi memasang alat, ia hanya seoarang salesman. tukang pasang adalah orang lain. Saya menurut saja. Pada waktu memasang alat itu, Riswanto mengatakan kepada saya bahwa dirinya bukan  dari perusahaan Yongky, bekerja tetapi selalu dipakai oleh perusahaan itu untuk memasang water treatment. Ia juga mendapat bayaran setiap kali melakukan pemasangan. Sudah lima tahun ia selalu dipakai oleh perusahaan itu dan katanya tidak pernah terjadi apa-apa sekarang, belum sebulan penuhpada hari jum’at  alat itu saya pakai telah tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Saya sudah tidak enak ketika alat itu dipasang pada hari jum’at Legi, saya sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh leluhur saya bahwa tidak boleh melakukan suatu hal penting pada hari jum’at Legi  tetapi Yongki mendesaknya dan saya.
Oleh karena saya melanggar larangan leluhur atas desakan Yongky, itulah saya sangat dirugikan. Pertama, saya telah membeli alat itu. Kedua, semua saluran air sudah dihubungkan dengan alat itu sehingga saya rugi tidak bisa produksi tahu selama beberapa hari. Ketiga, pada waktu hari pertama kejadian, saya dikalim para pengecer karena tidak bisa memasok tahu kepada mereka. Keempat, pengecer telah pindah keperusahaan yang lain sehingga saya kehilangan pelangan dan ini secara bisnis yang paling berat. Waktu Yongki saya lapori kejadian itu, ia datang bersama teman-temannya dan memeriksa alat itu. Katanya, alat itu tidak rusak, tetapi pemasangannya yang salah dan ia akan berhubungan dengan Riswanto, tetapi sampai sekarang Riswanto tidak muncul dan begitu juga dengan Yongky, sekarang apa yang harus saya lakukan dan bagaimana melakukannya saya tidak tahu, sehingga saya datang kekantor ini.
Didalam menela’ah kasus tersebut, ahli hukum harus dapat memilah-milah mana fakta yang releven. Fakta yang releven adalah (A) pengusaha tahu itu membeli water treatment  dari perusahaan tempat salesman Yongky bekerja. (B) Yongki adalah seorang salesman.(C) Riswanto bukan karyawan perusahaan yang menjualwater treatmant. (D) yang menunjuk Riswanto untuk memasang water treatmant  adalah yongky salesman perusahaan water treatmant. (E) Terjadi kesalahan pemasangan water treatmant.(F) pengusah tahu tidak dapat melakukan kegiatan produksi karena water treatmant sudah dihubungkan dengan semua saluran. Sedangkan hal-hal yang tidak releven adalah hari jum’at legi  dan amanat para leluhur. Lalu, apakah cerita klien mengenai ia diklaim pengecer dan dan para pelanggan telah pindah ke perusahaan yang lain sehingga mendatangkan kerugian esar merupakan hal-hal yang tidak releven atau fakta? Menghadapi hal semacam itu para ahli hukum harus jeli. Secara hati-hati dan cerdas ia harus menanyakan ke ada klien dan kalau perlu minta data atau catatan dari klien berapa banyak pengecer membeli produksinya setiap hari dan masing-masing pengecer membeli bberapa potong tahu.
Jika memeng klein mempunyai catatan dan bersedia memberikan catatan itu kepada ahli hukum, tentang kerugian itu dapat dikatakan sebagai fakta. Akan tetapi mengenai diklim pengecer dan pindahyan pelanggan keperusahaan lain bukan merupakan sebuh fakta. Dalam hal ini ahli hukum perlu menggali lebih jauh apakah semudah itu pelangan pindah ke perusahaan tahu yang lain karena setiap pelangan telah mempunyai brand image  perusahaan langanannya. Namun demikian, didalam praktik hukum, kadang-kadang oleh pengacara dijadikan bahan pertimbangan untuk permintaan ganti rugi yang di negara-negara Anglo Amecan disebut dengan sebagai incidental damages  yang sangat jarang dikabulkan oleh pengadilan.[6]   
Dari fakta yang ada ahli hukum akan dapat memilah-milah lagi mana yang merupakan fakta hukum dan mana yang bukan fakta hukum. Hal ini untuk menentukan posita dan menetapkan petitum dalam pengajuan gugatan. Fakta hukum yang ada pada kasus tersebut adalah (A)adalah jual beli antara pengusaha tahu dan perusahaan yang memproduksikan water treatmant  (B) adanya pekerjaan pemasangan water treatmant  oleh orang yang bukan dari perusahaan water treatmant. (C) adanya wanprestasi (D) adanya kerugian karena Wanprestasi.
Berdasarkan fakta hukum itu isu hukum yang timbul adalah, (1) apakah didalam perjanjian jual beli antara penjual water treatmant dengan klein dituangkan klausul mengenai garansi, dan jika ia, apakah bentuk garansi itu? (2) mengigat  menurut salesman tidak ada kerusakan melainkan salah pemasangan apakah hal itu termasuk kedalam garansi. (3) apakah bentuk hubungan hukum antara Riswanto dan penjual water treatmant.  (4) apakah penjual water treatmant  bertanggung gugat atas kerugian yang diderita oleh klien.    
Sebuah contoh yang lain dapat diajukan, misalnya seorang advokat harus membela seseorang yang disangka melakukan pembunuhan berencana atau setidak-tidaknya pembunuhan. Sebelum menggali informasi langsung dari kliennya, ia mengumpulkan beberapa informasi baik berupa pemberitahuan di media massa atau mendatangi orang-orang yang mungkin dapat memberikan informasi dan memfotokopi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan peristiwa itu yang tentunya tidak berkualitifikasi confidential. Dari informasi-informasi yang telah dikumpulkan, dapat diperoleh fakta bahwa seorang wanita, docter, bernama Faridah Arianti telah tewas didekat mobilnya yang masih berada di garasi rumahnya yang terletak dikawasan perumahan mewah, Manyar Kertoarjo, Surabaya. Berdasarkan visum dokter, Faridah Arianti diduga tewas karena tercekik tanpa ada tanda-tanda  perlawanan. Dalam keterangan tambahan berdasarkan tela’ah medis, dokter memperkirakan bahwa Faridah telah tewas sekitar pukul 18.00 WIB, pada hari sabtu tanggal 2 Oktober 2005. Menurut keterangan masyarakat setempat dan juga pers, kematian Faridah baru diketahui masyarakat sekitar rumahnya pada hari senin petang , tanggal 4 Oktober 2005, bermula dari seorang pasien yang akan berobat dan datang pukul lima sore lebih dari dua belas menit tetapi mendapati bahwa pintu pagar  halaman rumah  dokter itu masih digembok.
Pasien bernama Suroto itu heran, mengapa sampai jam lima lebih pintu pagar belum dibuka. Senin yang lalu, Suroto juga berobat ke dokter itu dan diminta kembali satu minggu kemudian yang berarti dalam pikiran Soroto sebagaimana ia kemukakan kepada polisi, dokter itu tidak pergi ke luar kota sehingga ia pukulkan gembok ke pintu sebagai bel karena memang tidak di pasang bel di rumah itu. Tetapi tidak ada sahutan apa pun, ia mencium bau kurang enak, tetapi ia tidak dapat menjumpai siapa pun disekitar rumah itu karena di perumahan itu memang hubungan antar tetangga tidak saling mengurusi. Selanjutya, menurut Suroto yang dituturkan kepada polisi yang memeriksanya, datang lagi seorang pasien wanita setenga baya bernama, Rukhayah yang diantar becak. Wanita yang juga di periksa polisi itu pun menuturkan kepada polisi bahwa ia juga mencium bau tidak enak.
Oleh karena itu Soroto dan Rukhayah kemudian minta tukang becak untuk bantuan tetangga kanan kiri mendobrak rumah itu. Para tetangga dan di bantu para aparat satpam di kompleks itu mendobrak pintu pagar halaman dan menjumpai bahwa rumah dokter itu tidak terkunci dan mereka dibimbing oleh bau tidak sedap menuju ketempat yang diduga sumber bau itu dan mendapati dokter Faridah telah tewas. Entah siapa yang menelepon polisi, tidak berapa lama polisi pun datang ke tempat kejadian perkara dan meluai pengusustan. Polisi tidak menemukan tanda sidiknya jari di leher korban yang tercekik dan juga tidak ada benda-benda lain yang  di ketemukan. Beitu juga dengan harta korban tidak ada yang hilang. Akan tetapi keesokan harinya, dinihari klein, yang bernama Surwono ditangkap di Bandung dirumah temannya.
Menurut informasi yang diperoleh advokat berdasarkan koran lokal dan penuturan tetangga dan teman-teman Faridah, di ketahui bahwa lelaki lanjang yang menjadi tersangka itu sudah dari lima tahun menjalin hubungan dengan janda kaya itu yaitu dua tahun sebelum suami Faridah meninggal dunia. Faridah adalah seorang dokter dan anak tunggal dari kedua orang tuanya juga dokter dan keduanya telah meninggal dunia. Semasa hidup suaminya, Faridah juga di kenal mesra dengan suaminya walaupun punya pria idaman lain. Suami Faridah, Herman Susanto, seorang arsitek, meninggal karena kecelkaan bersama dengan dua temannya.
Dari informasi yang telah terkumpul, advokat setidak-tidaknya mendapatkan fakta-fakta, (1) adanya seorang wanita yang tewas yang di duga karena pumbunuhan, (2) menurut visum dokter, kematian wanita itu tercekik tanpa tanda-tanda perlawanan, (3) diperkirakan wanita itu tewas sekitar pukul 18.00 WIB, tanggal 2 Oktober 2005, dan (4) tidak ada perampokan. Apakah faktor-faktor lain, yaitu tersangka adalah PIL Faridah, tempat di ketemukannya jenazah Faridah dan tidak terkuncinya rumah korban dapat diabaikan karena tidak releven. Bagi advokat dan pembela, hal-hal semacam itu tidak dapat diabaikan, sedangkan Faridah sebagai anak tunggal dan perselingkuhannya dengan tersangka semasa suaminya masih hidup bukan hal-hala yang releven bagi keperluan pembelaan. Fakotr-faktor itu releven guna keperluan penyelidikan dan penyidikan bagi pihak kepolisian  untuk menemukan pelakunya.
Dari jumpaan-jumpaan tersebut advokat masih perlu menggali keteranga lebih dalam dan menemui kleinnya yang ditahan di Rutan Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam pertemuan itu, kleinnya menuturkan sebagai berikut:
Saya ditangkap pada waktu dinihari dirumah teman saya di Bandung tanggal 5 Oktober 2005, saya masih enak-enak tidur tiba-tiba di sergap oleh polisi dan teman saya juga kaget, gemetar, serta ketakutan sampai-sampai terkencing-kencing di temapat. Bahkan ketika mau menannyakan apa urusannya, teman saya  di bentak oleh seorang polisi, dan diancam dan akan di tangkap juga karena telah meyembunyikan pembunuh. Polisi lalu menunjukkan surat perintah penangkapan dan penahanan atas diri saya. saya lalu di borgol. Saya begitu terkejut, pak dan shock ketika polisi menyatakan bahwa saya di snagka membunuh dokter Faridah. Saya nyatakan kepada polisi bahwa saya tidak mengetahui bahwa Faridah tewas tetapi polisi tidak percaya dan saya dipukuli sampai pingsan. Saya tetap tidak mau mengakui sebagai pembunuh karena saya tidak memang melakukannya. Saya juga katakan kepada polisi ntuk apa saya membunuh orang yang ngasih uang dan mencukupi semua kebutuhan saya. kalau dia mati, kan tidak ada lagi yang ngasih uang sama saya, yang mneghidupi saya. pada hal saya ke Bandung ini akan ketemu teman untuk bisnis yang dimodali Fridah. Saya dulu detailer dan sekarang saya tidak mempunyai pekerjaan,pak. Akan tetapi polisi tidak mau dengar dan kembali menyiksa dan menghujani dengan pukulan bahkan saya sampai dikirimkan ketempat  ini. Saya tetap dipaksa mengaku telah melakukan pembunuhan. Saya tolak, pak. Bagaimana saya akan mengakui kalau saya tidak melakukan, biar mati saya jalani. Saya juga tidak punya siapa-siapa, Faridah sudah mneinggal, kakak dan adik saya sudah tidak mau menerima saya karena saya telah kumpul kebo sama Faridah, yang mereka pandang perbuatan tidak pantas. Untuk membayar bapak pun, mengharapkan kebaikan hati Windi, teman saya yang di Bandung itu.
Dilaihat dari segi pembelaan, advokat tersebut tidak harus mempercayai cerita kleinnya. Untuk menggali informasi lebih lanjut, advokt tersebut kembali menemui tersangka. Sebagai masalah pertama advokat menanyakan kapan terakhir kali ia bertemu korban. Menurut klein, pukul lima sore ia masih berjumpa dengan Faridah di rumahnya ketika ia berpamitan akan ke Bandung naik kerta Api Turangga. Bahkan ketika berada didalam taksi yang melintasi di depan perusahaan daerah air minum Surabaya, ia mendapat sms dari Faridah, jangan lupa bawa oleh-olehnya kripik talas dari karya Umbi. Di Hp Sorwono, waktu kirim sms tersebut terekam pukul 17.23. kemudian tersangka melanjutkan bahwa ketika ia sampai di Bandung, ia menghubunggi korban lewat telepon rumah, tetapi tidak ada yang menjawab karena korban hanya tinggal seorang diri.  Ia kemudian menghubungi lewat HP tetapi juga tidak di angkat. Hari senin ia juga mencoba menelpon tetapi tidak ada jawaban juga sampai dini hari selasa ia di tangkap oleh petugas.
Apabila dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh advokat yakin bahwa kleinnya memang punya alibi yang kuat, ia akan menyusun strategi pembelaan yang akan di tuangkan didalam argumentasi hukum sebagai pleidoi. Dalam kasus ini masalah waktu sangat releven karena merupakan faktor kunci dalam pembelaan. Pihak jaksa pun juga akan mendalami masalah waktu ini karena memang faktor inilah yang asangat berpotensi menggugurkan dakwaan. Jika perkiraan dokter lain  menyatakan bahwa Faridah memang diperkirakan meninggal dunia sekitar pukul 18.00 hari sabtu, 2 Oktober 2005 dan cerita tersangka dapat di percaya dan avokat setelah melakukan berbagai pengujian merasa yakin bahwa memang kleinnya mempunyai alibi. Dapat di simpulkan bahwa Sarwono pembunuh faridah karena pada saat korban terbunuh, tersangka sudah di atas kereta. Bahkan jika dengan segala kebohongannya sekalipun ia menyatakan bahwa ia sampai dirumah Faridah pukul 04.30 terakhir kali ia bertemu dengan Fardah. Hal itu pun tidak membuat sarwono layak menjadi menjadi tersangka selama dokter feronsik dan instansi yang mengeluarkan keterangan itu memperkirakan bahwa Faridah tewas sekitar pukul 18.00 WIB. Waktu perjalanan antara rumah Faridah dan stasiun Gubeng paling cepat lima belas menit. Dengan demikian, jika pernyataan Sarwono bahwa ia berangkat dari rumah Faridah pukul lima sore merupakan suatu kebohongan, ia paling lambat pukul 17.45 berangkat dari rumah itu. Pada saat itu Faridah belum terbunuh.
Dengan demikian, faktor waktu merupakan faktor penentu dalam kasus ini. Oleh karena itulah isu hukum yang akan di angkat oleh pembela tersebut adalaah (a) dapatkah seseorang yang sedang berada didalam kereta api atau setidak-tidaknya di stasiun menghilankan nyawa orang lain ditempat yang lain dengan jalan di cekik. (b) apakah ada hubungan kausalitas antara fakta hukum terbunuhnya seseorang yang ada dirumahnya dan tersangka yang pada saat bersamaan atau hampir bersamaan berada di dalam kereta api atau setidak-idaknya berada di stasiun?  Jaksa sebagai pihak yang wajib membuktikan, tentunya akan mencari atau bahkan mencari-cari bukti yang lain. Akan tetapi bukti pengakuan sekalipun hampir tidaka ada kemungkinan untuk menyatakan terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang dituduh kepadanya.

D.    Tujusan Dari Penelitian Hukum
Tujuan dari pada penelitian adalah apabila pernyataan tersebut di jabarkan lebih lanjut, maka akan tampak, bahwa dari pada tujuan-tujuan penelitan adalah sebagai berikut:[7]
1.     a. Mendapatkan pengetahuan tentang sutau gejala, sehingga merumuskan masalh.
b.memperoleh pengetahaun yang lebih mendalam tentang suatu gejala, sehingga dapat       merumuskan hipotesa.
       2.              Untuk mengambarkan secra lengkap karakteristik atau ciri-ciri dari
            a. suatu keadaan
            b. prilaku pribadi
            c. prilaku kelompok
                tanpa didahului oleh hipotesa (tetapi harusa ada masalah)
2.     a.  Mendapatkan keterangan tentang frekensi peristiwa
b. Memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain, (biasanya
     didasarkan hipotesa)
      4.   Menguji hipotesa yang berisikan hubungan-hubungan sebab akibat (harus berdasarkan pada     
               Hipotesa).
Disamping tujuan-tujuan tersebut diatas, yang secara garis besar tidak berbeda dengan tujuan pada penelitian ilmu-ilmu sosial lainnya, maka pada penelitian hukum terdapat tujuan-tujuan tertentu yang dapat membedakannya dari tujuan penelitian pada ilmu-ilmu soaial lanny, secara khusus, maka tujuan penelitian hukum, adalah sebagai berikut:

1.     Mendapat azas-azas hukum dari:
a.      Hukum positif tertulis
b.     Rasa susila warga masyarakat
2.     Sistematika dari perangkat kaedah-kaedah hukum, yang terhimpun didalam suatu kodifikasi atau peraturan perundangan-undangan tertentu. Kecuali sistematikanya, juga diteliti taraf konsistensinya.
3.     Taraf sinkhronisasi baik secara vartikal maupun horisontal, dari peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Hal ini dapat dilakukan terhadap bidang-bidang tertentu yang diatur oleh  hukum.maupun didalam kaitannya dengan bidang-bidang lainnya yang mungkin mempunyai hubungan timbul balik.
4.     Perbandingan hukum yang terutama difokuskan pada perbedaan-perbedaan yang terdapat didalam aneka macam sitem (tata) hukum.
5.     Sejarah hukum yang menitik beratkan pada perkembangan hukum
6.     Indifikasi terhadap hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan (hukum adat)
7.     Efektivitas dari hukum tertulis maupun hukum kebiasaan yang tercatat
Tujuan-tujuan yang disebut seperti diatas, merupakan penghususan dan tambahan pada tujuan penelitian ilmu-ilmu sosial, artinya kedua hal itu bukan merupakan lawanan, akan tetapi malahan berpasangan dan senantiasa saling melengkapi satu dengan yang lainnya.[8]  





DAFATAR FUSTAKA
Soekanto soerjono. Pengantar Penelitian Hukum .Jakarta.1984
Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum.Mataram. 2003
Marzuki Peter Mahmud. Penelitian Huku. Surabaya. 2005




[1]Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Surabya, 2005, Hal. 19
[2] Amiruddin,S.H., Pengantar Metode Penelitian Hukum. Hlm. 19
[3] Pro. Dr. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Surabaya,2005.Hlm. 35
[4] SoerjonoSoekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Hlm> 13
[5] Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum.Hlm. 172
[6] Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki.  Penelitina Hukum.Hlm. 175
[7] Soerjono Soekanto. Peneltian Hukum. Hlm. 9
[8] Soerjono soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Hlm. 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar