Bila dulu Hukum laut
pada pokoknya hanya mengurus kegiatan-kegiatan diatas permukaan laut, tetapi
dewasa ini perhatian juga telah diarahkan pada dasr laut dan kekayaan
mineral yang terkandung didalamnya.
Hukum laut yang dulunya bersifat unidimensional sekarang telah berubah menjadi
pluribimensial yang sekaligus merombak filosofi dan konsepsi hukum laut dimasa
lalu.
Definisi
Laut adalah keseluruhan rangkaian air
asin yang menggenangi permukaan bumi. Definisi ini hanya bersifat fisik semata.
Laut menurut definisi Hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara
bebas di seluruh permukaan bumi, jadi laut mati dan great salt lake yang
terdapat di Amerika Serikat dari Segi Hukum tidak dapat dikatakan laut karena
laut-laut tersebut tertutup dan tidak mempunyai hubungan dengan bagian-bagian
laut lainnya di dunia, walaupun airnya asin dan menggenangi lebih dari satu
Negara pantai seperti halnya dengan Laut kaspia.
Pentingnya Hukum Laut
Pentingnya laut dalam hubungan antar
bangsa menyebabkan pentingnya pula arti hokum laut internasional. Tujuan hokum
ini adalah untuk mengatur kegunaan rangkap dari laut, yaitu sebagai jalan raya
dan sebagai sumber kekayaan serta sebagai sumber tenaga. Karena laut hanya
dapat dimanfaatkan dengan kendaraan-kendaraan khusus, yaitu kapal-kapal, Hukum
laut pun harus menetapkan pula status kapal-kapal tersebut. Disamping itu hokum
laut juga harus mengatur kompetensi antara Negara-negara dalam mencari dan
menggunaan kekayaan yang diberikan laut, terutama sekali antara Negara-negara
maju dan Negara-negara berkembang.
Sumber-sumber Hukum
Laut
Sampai tahun 1958, ketentuan-ketentuan
umum mengenai laut terutama didasarkan atas hokum kebiasaan, Sebagaimana kita
ketahui, Hukum kebiasaan ini lahir atas perbuatan yang sama yang dilakukan
secara terus-menerus atas dasar kesamaan kebutuhan dilaut sepanjang zaman,
sebelumnya ada beberpa konvensi, tetapi hanya mengatur hal-hal yang khusus
seperti konvensi untukmenyelamatkan jiwa manusia di laut, 20 Januari 1914
diperbarui 31 Mei 1923 dan konvensi Bruxells 10 Mei 1952 mengenai
tabrakan-tabrakan kapal di laut.
A, KONFERENSI PBB III
TENTANG HUKUM LAUT
Konvensi PBB tentang Hukum laut
yang diterima konferensi Hukum Laut III pada tanggal 30 April 1982 pada
sidangnya yang ke 11 di New York untuk ditandatangani mulai 10 Desember tahun
yang sama di Montego Bay, Jamaika, merupakan karya Hukum masyarakat
Internasional yang terbesar di abad ke 20. Prof. Lois Sohn ahli Hukum Laut
Amerika Serikat menamakan konferensi tersebut forum petulangan perdebatan
terbesar abad XX Dn Kurt Waldheim, mantan sekjen PBB menyebutkan sebagai forom perundingan paling
penting abad XX, dan yang diumpamakan
oleh Tomy Koh, bekas ketua konferensi, sebagai rendez-vous with history. Se;ain
itu konferensi PBB III tentang Hukum Laut itu pada hakikatnya merupakan
kulminasi dari perundingan-perundingan antara Negara-negara, yang dimukai jauh
sebelum tahun 1973.
Terbesar karena dihadiri lebih 160
negara, dengan sekitar 5000 anggota delegasi dengan bermacam latar belakang
yaitu diplomat, ahli Hukum, pertambangan, perikanan, perindustrian, kedaulatan,
perkapalan, lingkungan alam dan lain-lain. Terpanjang, karena Konferensi itu
berlangsung selama Sembilan tahun dari Desember 1973 sampai minggu. Terpenting,
karena bukan saja dari hasil yang dicapai tetapi berkat adanya kemauan bersama
untuk berhasil betapapun banyak dan rumitnya permasalahan yang harus diatasi.
B. LAUT LEPAS
Sudah merupakan suatu ketentuan yang
berhasil dari Hukum kebiasaan bahwa permukaan laut dibagi atas beberapa zona
dan yang palin jauh dari pantai dinamakan laut lepas. Sedangkan pasal 96
konvensi PBB tentang Hukum Laut menyatakan bahwa laut lepas merupakan semua
bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut
teritoroal atau perairan dalam suatu Negara, atau dalam perairan kepulauan
suatu Negara kepulauan. Jadi definisi ini laut lepas terletak jauh dari pantai
yaiti bagian luar zon a ekonomo eksklusif.
Nammun demikian prinsip kebebasan ini
harus pula dilengkapi dengan tindakan-tondakan pengawasan, karena kebebasan
tanpa pengawasan dapat mengacaukan kebebasan itu sendiri. Pengawasan-pengawasn
perlu dilaksanakan agar kebebasan-kebebasan yang terdapat dilaut lepas dapat
terjamin, Disamping itu, kartena karakteristik umum Hukum lautb dewasa ini
adalah peluasaan kekuasaan Negara-negara pantai terhadap laut sekitaranya, maka
pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan inipun makin lama makin bertyambah
banyak dan bertambah penting pula.
1.
Prinsip Kebebasan di Laut Lepas
A,
Pengertian Prinsip Kebebasan
Secara umum dan sesuai pasal 87
konvensi, kebebasan di laut lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan oleh
Negara manapun.Sepintas lalui rezim ini kelihatannya mudah sekali, sedangkan
sebenarnya kebebasan tersebut harus mematuhi bermacam-macam ketentuan. Oleh
karena itu, berdasarkan prinsip klebebasan, semua Negara apakah Negara
berpantai atau tidak, dapat mempergunakan laut lepas dengan syarat mematuhi
ketentuan-ketentuan yang ditetapakan oleh konvensi atau ketentuan-ketenyuan
Hukum internasional.
B.
Dasar dan lahirnya Prinsip Kebebasan
Dari zaman purbakala sampai bagian
pertama Abad menengah, pelayaran di laut adalah bebas bagi semua bangsa dan
setiap orang. Celcius dari Italia pada abad 1 menyatakan the sea like the air
is common to all makind. Ulpian juga seorang ahli hokum kenamaan diabad ke 3
menegaskan the sea is open to everbody by nature. Karena kemajuan teknik
berlayar maka mulai bagian II abad menengah secara berangsur timbul tuntutan
disana sini, antara lain dari:
-
Republik Venetia menuntut Laut Adriatic
-
Republik Genoa menuntut laut Liguria
-
Sweden dan Denmark menuntut Laut Baltic
-
Inggris menuntut Narrow Seas dan Laut
Utara
Tuntutan yang paling hebat didasarkan
atas Papal Bulls yang dikeluarkan oleh Paus-Alexander VI tahun 1943 dengan
membagi dunia baru atas 2 bagian yaitu:
-
Portugal memperoleh seluruh samudera
Hindia dan Laut Atlantic disebelah selatan Maroko;
-
Spanyol memperoleh lautan pasifik dan
teluk Meksiko.
Pada waktu itu orang-orang menganggap
bahwa tuntutan kedaulatan terhadap laut adalah hal yang biasa karena sesuai
dengan kepentingan umum, yaitu melindui kapal-kapal terhadap bajak-bajak laut.
Untuk melindungi kapal-kapal dagang merekalah maka Negara-negara pantai
menuntut kedaulatan di laut agar kapal-kapal perang mereka dapat mengaeasi
lalu-lintas di laut agar memberantas kegiatan-kegiatan kapal-kapal pembajak.
Selama beberapa waktu tuntutan ini tidak menimbulakan protes dari pihak-pihak
lain.
Protes Inggris
Berdasarkan kepentingan nasionalnya maka Negara pertama yang mengajukan
protes keras terhadap tuntutan kedaulatan dilaut adalah Inggris, suatu negra
kepulauan, Fulton seorang ahli hokum Internasionasl Inggris bahkan menegaskan
bahwa ratu Elisabeth I adalah orang yang pertama-tama mengumumkan prinsip
kebebasan dilaut. Di tahun 1850 di waktu Mendoza, Duta besar Spanyol di London,
menghadap dan memprotes kepada ratu Elisabeth I tentang lalunya kapal-kapal
dagang Inggris di laut atlantic yang juga dituntut spanyol.
Inggris mulai pada waktu itu ikut denganigi memrtahankan keebasan
dilaut, dikarenakan Inggris sudah mulai tertarik dengan ekspedisi-ekspedisi
yang jauh untuk menemukan daerah-daerah baru. Karena itu pulalah maka Inggris
merupakan salah satu Negara besar vyang mempertahankan prinsip kebebasan
berlayar karena prinsip kebebasan berlayar karena prisip tersebut sesuai dengan
kepentingannya.
Perubahan Sikap Inggris
Prinsip kebebasan yang sudah mulai berkembang ini, pada permulaan abad
XVII mendapat gangguan akibat perubahan sikap Inggris. Karena
kesukaran-kesukaran dalam negeri, Raja James I, tanggal 6 Mei 1609 mengumumkan
suatu tindakan yang radikal dengan melarang orang-orang Belanda menangkap ikan
di Laut Utara yang dianggap nya Lautan Inggris, kecuali kalau mendp[atkan izin
sebelumnya.
Dengan segera timbul reaksi keras dari Negara Belanda. Karya Groutius
yang bersifat pribadi dijadikan bahan pemerintah untuk menentukan sifat Inggris
. Untuk menjawab protes Belanda yang memakai karya Grotius, Inggris juga
menugaskan Selden, ahli Hukum Inggris. Dengan dikeluarkannnya buku Selden yang
berjudu laut tertutup tahun 1635, maka mulailah pula periode, apa yang dinamakan
battle of books antara grotius dan Selden.
C. Natur Yuridik dan Laut Lepas
Kalau prinsip kebebasan di laut lepas pada umumnyasodah diteroma oleh
masyarakat Internasional, disamping itu masih dapat keraguan atas dasar prinsip
itu sendiri. Pada hakekatnya dasar ini erat sekali hubungannya dengan natur
yuridik laut lepas. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai natur yuridik
laut lepas ini:
-
Res Nullius
Sebagai res nullius, laut lepas adalah bebas karena tidak ada yang
memilikinya. Tetapi teori ini mempunyai akibat yang negative. Bila laut bukan
merupakan milik suatu Negara maka dapat memiliki laut tersebut karena ia
mempunyai kemampuan teknik untuk itu atau setidak-tidaknya berbuat semaunya
disana seolah laut lepas itu merupakan miliknya .
Bagaimanapun juga, tidak satu Negara pun dapat memiliki laut, berbuat
sekehendak hatinya di laut lepas dan seperti apa yang disebutkan pasal 87
Konvensi Hukum Laut 1982, kebebasan di laut lepas malah dilakukan atas
syarat-syarat tertentu.
-
Res communis
Ini berarti bahwa lautv adalah milik bersama, karena itu Negara-negara
bebas menggunakannya. Kalau Laut milik bersama maka itu berari bahwa laut lepas
itu berada di bawah kedaulatan bersama Negara-negara dan diatur melalui
pengelolaan internasional. Tetapi kenyataannya bukan demikian. Bila diterima
gagasn bahwa tiap-tiap Negara adalah pemilik sebagian laut lepas, ini dapat
berarti bahwa Negara-negra tersebut dapat menggunakan semaunya
kebebasan-kebebasan dilaut sehingga menggangu Negara-negara lain.
Solusi yang terbaik adalah menganggap laut lepas sebagai suatu domaine
public internasional. Yang diutamakan disini adalah sifat kegunaan laut
tersebut untuk kepentingan bersama masyarakat internasional. Kita Katakan
solusi ini yang terbaik karena ia dapat menjamin penggunaan kebebasan-kebebasan
di laut bagi semua Negara besar atau kecil.
2.
Status Hukum Kapal-Kapal di Laut Lepas
Dalam mempelajati status hukum
kapal-kapal yang berlayar dilaut, sebaiknya terlebih dahulu dibedakan antara
kapal-kapal public dan kapal swasta. Di laut lepas, status ini didasarkan atas
prinsip tunduknya kapal-kapal pada wewenang eksklusif Negara bendera. Ini
berarti bahwa tiap-tiap kapal harus mempunyai kebangsaan suatu Negara, yang
merupakan syarat agar kapal-kapal itu dapat memakai bendera Negara tersebut.
A. Perbedaan
antara Kapal-Kapal Publik dan Kapal-Kapal Swasta
Perbedaan antara kapal-kapal public dan kapal-kapal dewasa ini sudah
merupakan suatu ketentuan Hukum Positif. Perbedaan ini didasrkan atas bentuk
penggunaan dan bukan atas kualita pemilik kapal-kapal tersebut. Yang
dimaksudkan dengan kapal-kapal public adalah kapal-kapal yang digunakan untuk
dinas pemerintah dan bukan tujuan swasta.
Kapal Perang
Kategori yang paling penting dari kapal-kapal public tentu saja
kapal-kapal perang. Dalam keputusannya 27 Juli 1956 mengenai perkara mercusuar,
peradilan arbitrasi Prancis-Yunani memberikan definisi tentang kapal perang.
Kapal perang adalah kapal yang karena tugas dan perlengkapan senjatanya dapt
secara efektif ikut dalam operasi-operasi militer. Pasal 29 Konvensi memberikan
definisi yang lebih lengkap mengenai kapal perang yaitu:
Kapal
yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu Negara yang memakai tanda-tanda
luar yang menunjukan cirri khusus kebangsaan kapal tersebut dibawah komando
seoarang perwira yang diangkat untuk itu oleh pemerintah negaranya dan yang
namanya terdapat didalam daftar dinas militer atau daftar serupa dan yang
diawaki oleh awal kapal yang tunduk dada disiplin angkatan bersenjata regular.
C.
Landas Kontinen
landas
kontinen merupakan konsepsi yang relatif baru dalam hokum laut internasional.
Pada hakikatnya rezim landas kontinen lahir melalaui pernyataan-pernyataan
unilateral dan kadang-kadang melalui jalan konvensional. Selanjutnya konfrensi
jenaewa 1958 banyak Negara yang mengeluarkan undang-undang landas kontinen dan
membuat perjanjian-perjanjian yang di dasarkan atas ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam konvensi jenawa tersebut.
1.
Landas kontinen dari segi
geologis/ekonomis
Pada
mulainya landas kontinen hanya mempunyai pengertian geografis dan geologis
saja. Dan yang di maksud landas kontinen ialah plate-forme atau daerah dasar
laut yang terletak antara dasar air rendah dan titik dimana dasar laut menurun
secara tajam, dan dimana mulai daerah dasar laut baru yang kita sebut lereng kontinen. Biasanya penurunan dasar laut secara tajam ini terjadi
pada kedalaman sekitar 200 meter, walaupun kadang mengalami penurunan 50 meter
sampai 500 meter, walaupun hal ini jarang sekali terjadi. Dan lebarnya landas
kontinen berbeda-beda dari 1 sampai 1.300 km dari pantai. Jadi kreteria yang
dipakai untuk menentukan kapan habisnya landas kontinen ialah disaat dasar laut
secara tajam menurun dan penurunan ini biasanya terjadi pada kedalaman laut 200
meter.
Sebagaimana
kita sebut di atas, lebar landas kontinen tidak sama di seluruh bumi ini. Ada
landas kontinen yang lebarnya hanya beberapa kilo meter saja seperti pantai
barat pulau korsika, sepanjang pantai cote d’Azur Perancis, pantai-pantai Chili
dan Peru. Sebaliknya ada pula landas kontinen yang lebarnya beberapa ratus
kilometer seperti pada pantai-pantai tertentu di Argentina, Kanada dan Rusia
Landas
kontinen bukan saja merupakan suatu fenomena geografis dan geologis tetapi juga
karena suatu fenomena ekonomis di karenakan kekayaan mineral yang terkandung didalamnya.
Fenomena ekonomis ini sangat sangat di tentukan oleh kemajuan-kemajuan
teknologi di bidang eksplorasi, prospeksi dan eksploitasi sumber-sumber mineral
dasar laut yang hasil-hasilnya dipelajari oleh Komite Ad Hoc untuk penggunaan secara damai dasar lautan
di luar yurisdiksi nasional, yang di bentuk oleh Majelis Umum PBB dalam
resolusinya No.2340 (XXII), 18 desember 1967. Selain itu juga landas Kontinen
banyak menunjukan kekeyaan-kekayaan mineral yang sangat menarik untuk di amati.
2.
Landas kontinen dari segi hukum
Kekayaan-kekayaan
mineral di landas kontinenlah yang menyebabkan hukum menjadi tertarik terhadap
persoalanya. Siapa yang dapat memiliki landas kontinen tersebut? Siapa saja
yang berhak mengeksploitir kekayaan-kekayaan mineral tersebut? Untuk bagian
landas kontinen yang terletak di bawah laut wilayah suatu Negara pantai tak ada
persoalan karena rezim landas kontinen tersebut mengikuti rezim laut wilayah
yang terdapat di atasnya yaitu tunduk sepenuhnya pada kedaulatan Negara pantai.
Tapi sebagaimana kita lihat, lebar lndas kontinen ini pada umumya melampui
batas laut wilayah dan sampai juh ke laut lepas. Pertanyaan yang timbul ialah
bagaimana rezim yuridik landas kontinen yang di tutupi laut ini? Apakah rezim
yuridik landas kontinen yang berada di luar laut wilayah ini mengikuti rezim
yuridik laut yang terdapat di atasnya yaitu laut lepas dimana terdapat rezim
kebebasan atau mengikuti rezim laut wilayah yang tunduk pada wewenang ekslusif
Negara pantai?
Dalam
hal ini hukum internasional positif telah berhasil menerima suatu solusi kompromi yang boleh disebut
menguntungkan Negara-negara pantai.ketentuan-ketentuan pokok yang menjadi dasar
kompromi ini berasal dari empat sumber yaitu:
a. Praktek
Negara-negara Sebelum 1958
b. Konvensi
jenawa 1958 tentang landas kontinen
c. Praktek
Negara-negara Sesudah tahun 1958
d. Ketentuan-ketentuan
Konvensi1982
D. Zona ekonomi eksklusif
1.
HISTORIS
Negara-negara
berkembang yang berpantai telah lama merasakan bahwa kebebasan di laut yang
digembar-gembarkan oleh Negara-negara maritime besar hanyalah semata-mata untuk
mempertahankan kepentingan Negara-negara tersebut. Kebebasan di laut hanya
suatu cara yang elegan untuk memberikan semua hak kepada Negara-negara yang
memiliki armada laut dan teknologi tanpa memperhatikan kepentingan-kepentingan
Negara-negara pantai yang sedang berkembang. Ketidakadilan inilah yang
mendorong Negara-negara berkembang melakukan tuntunan-tuntunan dan merombak
ketentuan-ketentuan hukum laut yang lama.
Bila
selama ini dengan dalih kebebasan di laut kapal-kapal penangkap ikan di
Negara-negara maritiim besar mengarungi semua lautan dan samudera dan melakukan
kegiatan-kegiatanya di laut-laut dekt perairan nasional Negara-negara pantai,
selanjutnya negra-negara pantai tersebut karena merasa lebih berhak dari
Negara-negara lain telah memutuskan untuk mencadangkan kekayaan-kekayaan laut
yang berdekatan dengan perairannya untuk kesejahteraan rakyat mereka.
Dorongan
Negara-negara berkembang yang berpantai untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya telah di wujudkan oleh Negara-negara tersebut dalm berbagai
pernyataan sepihak baik dalam bentuk pelebaran laut wilayah maupun dalam bentuk
penguasaan zona-zona laut lainnya. Demikianlah konsepsi zona ekonomi eksklusif
merupakan manifestasi dari usaha-usaha Negara-negara pantai untuk melakukan
pengawasan dan penguasaan terhadap segala macam sumber kekayaan yang terdapat
di zona laut yang terletak di luar dan berbatasan dengan laut wilayahnya.
Konsepsi
kedaulatan atas sumber kekayaan laut di luar lut wilayah ini pada mulanya
berkembang di Negara-negara amerika latin. Deklarasi
montevildo tanggal 8 mei 1970
mulai berisikan prinsip untuk melakukan peluasan kedaulatan negara-negara
penandatangan atau hak-hak yurisdiksi eksklusif mereka atas zona yang
berbatasan dengan pantai, dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya sampai pada
jarak 200 mil, tuntutan ini di dasarkan atas keharusan mengeksploitir
sumber-sumber laut agar dapat menjamin kelangsungan hidup rakyat-rakyat
tersebut.
Deklarasi
kedua yang di lahirkan oleh konferensi di
lima tanggal 8 agustus 1970 juga berisikan konsepsi yang sama yaitu hak-hak bagi tiap-tiap
Negara pantai untuk menetapkan kedaulatannya atas zona laut di luar laut
wilayah yang di dasarkan atas berbagi kepentingan baik biologis, geografis, geologis
maupun keharusan eksploitasi.
Deklarasi
berikutnya adalah Dekalrasi San Domingo
yang diterima tanggal 7 juni
1972 oleh konfrensi Menteri-menteri
kawasan karibia. Konfrensi telah meletakkan prinsip-prinsip yang lebih jelas
lagi mulai dari laut wilayah, zona ekonomi, landas kontinen sampai pada dasar
daerah laut n laut lepas. Juga di letakkan letak-letak kerjasama regional dan
masalah-masalah mengenai pencemaran laut. Terhadap berbagai tema inilah
konfrensi PBB III tentang hukum laut yang di selengggarakan di caracas beberapa
waktu kemudian bertugas merumuskan berbagai macam prinsip.
Yang
paling menarik perhatian ialah suatu istilah baru yaitu di samping laut wilayah
timbul pula apa yang di namakan laut patrimonial yang lebarnya 200 mil dari
garis pangkal dan di atas mana Negara-negara pantai mempunyai hak-hak
berdaulat. Perluasan yurisdiksi Negara-negara pantai ini terhadap zona laut di
luar laut wilayah juga berkembang di afrika.
Selanjutnya,
marilah dilihat beberapa lebarnya zona ekonomi ekskusif dan ketentuan-ketentuan
hukum lainnya yang menyangkut zona tersebut.
2.
Lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif
Angka
yang di kemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau
370,4 km. kelihatanya angka ini tidak menimbulkan kesukaran dan dapat diterima
oleh negara-negara berkembang maupun Negara-negara maju. Semenjak di
kemukakanya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil dari garis pangkal tetap di
jadikan pegangan. Sekiranya lebar laut wilayah 12 mil sudah diterima, seperti
kenyataannya sekarang ini, sebenarnya lebar zona ekonomi tersebut 200 mil – 12
mil = 188 mil, sebagaimana telah di kemukakan, hak-hak Negara pantai atas kedua
zona laut tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh atas laut wilayah dan hak-hak
berdaulat atas zona ekonomi untuk tujuan eksploitasi sumber-sumber kekayaan
yang terdapat di wilayah/daerah laut tersebut.
3.
Prinsip-prinsip Hukum Zona Ekonomi
Eksklusif
Bila
Negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas laut wilayahnya dan sumber-sumber
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, terhadap zona ekonomi eksklusif,
pasal 56 konvensi hanya memberikan hak-hak berdaulat kepada Negara pantai untuk
keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelelolaan sumber kekayaan
alam baik hayati maupun nonhayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari
dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi
energy dari air, arus dan angin.
4.
Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif
Mengingat
ZEE yang merupakan zona baru, dalam penerapannya oleh Negara-negara menimbulkan
situasi bahwa Negara-negara yang berhadapan atau berdampingan yang jarak
pantainya kurang dari 200 mil laut harus melakukan suatu delimitasi ZEE satu sama
lain. Seperti halnya delimitasi batas landas kontinen, prinsip hukum delimitasi
ZEE diatur tersendiri dalam pasal 74 konvensi hukum laut 1982. Rumusan pasal
ini secara mutalis mutandis sama dengan pasal 83 tentang delimitasi landas
kontinen.
Sebelum
zona ini lahir, Negara-negara pada umumya mengenal konsepsi zona perikanan
sehingga perjanjian yang dibuat adalah perjanjian batas zona perikanan pul.
Perjanjian bats ZEE antarnegara berdasarkan konvensi hukum laut 1982 masih
belum begitu banyak. Indonesia baru menetapkan perjanjian ZEE hanya dengan
Australia melalui perjanjian antara pemerintah republic Indonesia dan
pemerintah Australia tentang penetapan batas zona ekonomi eksklusif dan
batas-batas dasar laut tertentu yang di tandatangani di perth, pada tanggal 14
mei 1997. Indonesia masih harus membuat perjanjian ZEE dengan seluruh Negara
yang berbatasan laut dengan Indonesia kecuali Australia.
E.
LAUT WILAYAH
Menurut
system hukum laut tradisional, permukaan laut secara horizontal dibagi atas
beberapa zona dan yang paling dekat dari pantai dinamakan laut wilayah
sepenuhnya tunduk pada kedaulatan Negara pantai. Jadi laut wilayah ialah bagian
yang paling dekat dari pantai pada umumnya di anggap sebagai lanjutan dari
daratannya dan di atas nama Negara pantai tersebut mempunyai kedaulatan.
Selanjutnya,
semenjak bagian kedua abad XX, timbul usaha-usaha dari Negara-negara pantai
untuk melebarkan laut wilayahnya. Negara-negara tersebut merasa bahwa
ketentuan-ketentuan lama mengenai lebar laut wilayah tidak memadai lagi. Dari
segi ekonomi, Negara-negara pantai merasa perlu untuk melebarkan laut
wilayahnya agar dapat menguasai dan mencandangkan sumber-sumber kekayaan laut
itu untuk memenuhi kebutuhan hidup bangsanya sendiri. Dari segi pertahanan dan
keamanan nasional, pelebaran laut wilayah itu juga merupakan suatu keharusan
mengingat perkembangan lalu lintas laut dan jenis kapal yang beraneka ragam
dengan segala macam dampaknya terhadap Negara pantai.
Untuk
dapat mengikuti perkembanganya secara seksama, studi laut wilayah ini kita bagi
atas :
Ø Natur
yuridik laut wilayah, terbagi 2 yaitu;
·
Doktrin hak milik
·
Doktrin hak kedaulatan
Ø Lebar
laut wilayah, terbagi 3 yaitu;
·
Praktek Internasional
·
Cara penarikan gas pangkal
·
Delimitasi Laut Wilayah
Ø Wewenang
Negara pantai, terbagi 2 yaitu;
·
Hak lintas damai (Right of Innocent Passage)
·
Hak Menangkap Ikan.
F.
KONSEPSI NEGARA KEPULAUAN
1.
hukum laut zona indonesia di zaman kolonial
Sebagaimana yang
telah di kemukakan sebelum ini, perkembangan umum hukum laut sesudah perang
dunia ke II, adalah kebanyakan negara untuk memperluas kekuasaanya di laut yang
berbatasan dengan pantainya. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan nerasa
perlu merombak ketentuan-ketentuan lama mengingat letak geografis, bentuk
kepulauannya yang angat khusus dan kepentingan-kepentingan nasional lainnya.
Di
masa lampau, perairan Indonesia di atur oleh Teritorial Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie tahun 1939, tercantum dalam staatblad 1939 No.$$2 dan yang
mulai berlaku tanggal 25 September 1939. Mengenai laut wilayah, pasal 1
Ordonansi tersebut antara lain menyatakan bawa lebar laut wilayah
Indonesiaadalah 3 mil laut, di ukur dari garis air rendah dari pulau-pulau
termasuk dalam daerah Indonesia. Ketentuan yang dilahirkan di zaman penjajahan
ini masih tetap kita pakai sampai tahun 1957,walaupun lama sebelumnya sudah
terasa bahwa ketentuan tersebut tidak sesuai lagi dengan
kepentingan-kepentingan pokok Indonesia, biak di bidang ekonomi, politik maupun
di bidang pertahanan dan keamanan.
Banyaknya
laut-laut wilayah dengan kantong-kantong laut lepas dalam kepulauan Indonesia
akan menimbulkan banyak persoalan dan bahkan dapat membahayakan keutuhan
wilayah nasional. Untuk menganankan kepentingan-kepentingan pokok indonesa,
baik dari segi ekonomi, pelayaran politik maupun dari segi hankamnas,
pemerintah mersa perlu merombak ketentuan-ketentuan lama dan mengumumkan
ketentuan-ketentuan baru di bidang perairan nasional.
2.
lahirnya konsepsi negara kepulauan
Ketentuan-ketentuan baru ini pada mulanya dikeluarkan
dalam bentuk pengumuman pemerintah tanggal 13 Desember 1957, yang kemudian di
kenal dengan nama Deklarasi Djuanda yang isisnya sebagai berikurut:
Bahwa
segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau
bagian pulau-pulau yang ternasuk daratan Negara Republik Indonesia degan tidak
memandang kuas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada wilayah
daratan Negaraa Republik Indonesia dan
dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan mutlak dari Negara Republik Indonesia.
Lalu
lintas damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin selama dan
sekedar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia.
Penentuan batas laut teritorial yang lebarnya 12 mil yang di ukur dari
garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang terluar pada pulau-pulau Negara
Republik Indonesia akan di tentukan dengan undang-undang. Jadi, lebar laut
wilayah Indonesia menjadi 12 mil yang di ukur dari garis-garis pangkal
(baseline) yang menghubungkan titik-titik terluar daripulau-pulau Indonesia
yang terluar.
Inilah yang dinamakan kawasan nusantara,
konsepsi nusantara yang bertujuan untuk menjamin kepentingan-kepentingan
nasional dan keutuhan wilayah Indonesia. Konsepsi baru ini kemudian diperkokoh
oleh undang-undang No. 4 Prp. 1960. Jadi, dengan ketentuan hukum yang baru ini,
seluruh kepulauan dan perairan Indnesia adalah suatu kesatuan dimana dasar
laut, lapisan tanah dibawahnya, udara di atasnya serta seluruh kekayaan alamnya
berada di bawah kedaulatan Indonesia.
3.
Persoalan Pelayaran d Selat Malaka
Bagaimana sebenarnya status perairan di Selat Malaka
tersebut? Sebenarnya persoalanya sudah jelas, sebagai akibat dari pelaksanaa
undang-undang tersebut antara lain menyatakan, bahwa lebar laut wilayah
indonesia adalah 12 mil dan pada selat yang lebarnya tidak lebih dari 24 mildan
negara indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tapi, maka garis batas
laut wilayah indonesia di tarik pada tengah laut tersebut.
4.
Perjuangan wawasan nusantara
Perjuangan pada sidang-sidang konferensi hukum laut PBB
merupakan tempat paling penting bagi indonesia untuk meperjuangkan negara
kepulauan mengingat sidang tersebut dihadiri 160 negara dan badan-badan khusus
PBB.
5.
Implementasi Konvensi Hukum Laut 1982
Setelah
indonesia menandatangani konvensi hukum laut 1982 yang kemudian diikuti oleh
ratifikasi pada tahun 1985, maka pada tahun 1996, yaitu 11 tahum kemudian,
barulah keluar undang-undangnya yaitu UU No.6 tahun 1996. Tentang perairan
indonesia. Ini semua merupakan langkah awal yang harus di ambil indonesia
sebagai tindak lanjut dari konvensi.
6.
Implikasi Pemisahan Timor Timur tehadap Perairan Indonesia
Pemisahan
Timor Timur dari RI akan mengakibatkan terjadinya perubahan konfigurasi
kepulauan indonesia dan untuk itu perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian
tertentu yang berkaitan dengan hukum laut indonesia, yaitu:
a.
Penyesuaian Titik Dasar untuk Garis Pangkal
b.
Alur-alur Laut Kepulauan
c.
Perjanjian-perjanjian batas maritim
G. KAWASAN DASAR LAUT INTERNASIONAL
Persoalan penentuan kawasan dasar
laut internasional ini mulai timbul pada tanggal 1 November 1967 di Majelis
Umum PBB, di mana Arvid Pardo, Duta Besar Malta, melancarkan gagasan agar
daerah dasar laut di luar yurisdiksi nasional dinyatakan sebagai common heritage of mankind (warisan
bersama umat manusia). Ini berarti bahwa daerah dasar lautitu hanya dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan damai dan kekayaan-kekayaan yang terdapat di
dasar laut tersebut harus digunakan untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Gagasan ini kemudian d ambil oleh
PBB, dimana Majelis Umum dalam Resolusinya No. 2574 (XXIV) yang diterima
tanggal 15 Desember 1969, antara lain menugaskan Sekretaris Jenderal PBB
menyiapkan status, dan struktur untuk
mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, fungsi dan
wewenang suatu mekanisme international tentang sumber-sumber kekayaan dasar
laut internasional untuk kesejahteraan seluruh umat manusia. Karena itu
Resolusi tersebut juga melarang negara-negara mengadaka kegiatan-kegiatan
eksploitasi sumber-sunber di daerah dasar lautan yang berada di daerah
yurisdiksi nasionalnya atau mengadakan tuntutan terhadap daerah dasar laut
tersebut atau kekayaan-kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Bahkan Amerika
Serikat tidak ketingggalan, dimana Presiden Nixon tanggal 23 Mei 1970 dalam
suatu pernyataan mengajukan suatu rancangan perjanjian untuk mendirikan suatu
rezim dasar laut internasional. Proyek Presiden Nixon tersebut terutama
mengusulkan supaya negara-negara membatalkan tuntutannya terhadap sumber-sumber
dasar laut yang berada di kedalaman lebih dari 200 meter dan menganggap
sumber-sumber alam yang terdapat di dasar laut tersebut sebagai milik bersama
umat manusia. Akhirnya Majelis Umum PBB dalam resolusinya tanggal 17 Desenber
197 mengatakan engan resmi bahwa dasar-dasar laut dan samudera beserta lapisan
tanah di bawahnya yang berada di luar batas yurisdiksi nasional denhan segala
macam sumber kekayaanya adalah milik bersama umat manusia. Karena itu
yurisdiksi negara pantai tidak dapt dilebarkan lebih jauh lagi ke laut lepas
dan mengeksploitir kekayaan-kekayaanyang terdapat di dasar laut tersebut.
Gagasan yang
menyatakan baha kekayaan dasar lautan yang berada di luar yurisdiksi nasional
milik bersama, adalah soal yang mudah. Tetapi persoalan pokok yang harus
diselesaikan ialah dimana berhentinya kedaulatan nasional dan kapan mulainya
kawasan laut internasional tersebut. Persolan ini sebenarnya bukan merupakan
prsoalan baru, tetapi semenjak berakhirnya Konferensi Jenewa 1958 telah mulai
terasa bahwa ketentuan-ketentuan yang di hasilkan Konferensi tersebut tidak
lengkap dan kurang jelas.
Negara-negara pantai
pada umumnya
negara-negara pantai menurut yurisdiksi nsional sejauh nungkin ke laut untuk
mnguasai sumber-sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut dan untuk
menjamin kepentingan-kepentingan nasional lainnya. Negara-negara tersebut
misalnya negara-negara amerika latin, kenya, philipina dan indonesia.
Negara-negara tak berpantai (Land-Locked States)
Negara-negara tak berpantai ini di
dukung oleh negara-negara yang secara geografis tidak menguntungkan (geographically disadvantaged states) yang
dikelompokan oleh konferensi III mengenai hukum laut dengan jumlah 29 negara,
misalnya Austria, Cekoslovakia, Hongaria, Swiss di Eropa dan Nepal, Afganistan,
Laos, Mongolia, Tibet di Asia menurut yurisdiksi yang sekecil mungkin bagi
negara-negara pantai atas laut
disekitarmya.
H. PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT
1982
Konvensi hukum laut 1982 telah
menyediakan suatu sistem penyelesaian sengketa yang sangat kreatif. Dilihat
dari perkembangan sistem peradilan internasional, mekanisme konvensi ini
merupakan yang pertama kali yang dapat mengarahkan negara-negara peseta untuk
menerima prosedur memaksa (compulsory
procedures).
Menurut mekanisme konvensi,
negara-negara pihak diberi kebebasan yang luas untuk memilih prosedur yang di
inginkan sepanjang itu disepakati bersama. Prosedur dimaksud termasuk prosedur
yang disediakan oleh pasal 33 paragraf 1 piagam PBB, mekanisme regional atau
bilateral, atau melalui perjanjian bilateral. Jika dengan prosedur tersebut
tetap tidak dicapai kesepakatan, maka para pihak wajib menetapkan segera cara
penyelesaian sengketa yang disepakati, maka para pihak diwajibkan menjalankan
prosedur sesuai dengan lampiran VI konvensi yaitu melalui konsiliasi.
Akhirnya jika melalui prosedur di
atas, para pihak tetap belum dapat menyelesaikan sengketanya, maka di terapkan
prosedur selanjutnya yaitu menyampaikan ke salah satu badan peradilan yang
disediakan oleh konvensi, yaitu:
1.
Tribunal
internasional untuk Hukum Laut
2.
Mahkamah
Internasional
3.
Tribunal
arbitrasi
4.
Tribunal
arbitrasi khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar