Rabu, 02 Mei 2012

Perbandingan fikih islam dan hukum sekuler tentang hukum keluarga bidang perkawinan

Pendahuluan
Membicarakan hukum perkawinan islam di indonesia, saling berkaitan antar keduanya. Karena hukum perkawinan islam di indonesia mengandung arti hukum perkawinan islam menurut yang berlaku di negara yang bernama indonesia.
Di Indonesia sendiri ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur dalam peraturan perundangan negara yang khusus berlaku bagi warga negara indonesia yaitu dalam bentuk undang-undang yakni UU No. 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975. Sedangkan sebagai aturan pelengkap yang akan dijadikan pedoman bagi hakim di lembaga peradilan agama melalui instruksi presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Perkawinan
Pengertian perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fikih berbahasa arab dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj yang artinya kawin, seperti dalam alqur’an dalam surat an-Nisa ayat 3.
Menurut pasal 1 Undang-undang perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan perkataan ikatan lahir batin itu dimaksudkan hubungan suami isteri tidak boleh semata-mata hanya berupa ikatan lahiriyah saja dalam makna seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama sebagai suami isteri dalam ikatan formal, tetapi juga harus dibina dengan ikatan batin. Tanpa ikatan batin, ikatan lahir mudah sekali terlepas. Jalinan ikatan lahir dan ikatan batin itulah yang menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.
Dari uraian diatas agak jelas bahwa perkawinan menurut Undang-undang perkawinan ini tidak semata-mata hubungan hukum saja, tetapi juga mengandung aspek-aspek lainnya: agama, biologis, sosial, dan adat istiadat.
Hukum perkawinan
Dengan melihat kepada hakekat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan ssesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat di katakan bahwa hukum asal perkawinan adalah boleh atau mubah. Akan tetapi karena perubahan illat (motif, alasan) maka hukum kebolehan perkawinan dapat berubah menjadi sebagai berikut:
1.      Sunnat: apabila dilakukan oleh seseorang yang pertumbuhan rohani dan jasmaninya dianggaptelah wajar benar untuk hidup berumah tangga. Telah mampu membiayai atau mengurusi rumah tangga.
2.      Wajib: apabila sesseorang dipandang telah mampu benar mendirikan rumah tangga, sanggup memenuhi kebutuhan dan mengurus kehidupan keluarganya, telah matang betul pertumbuhan rohani dan jasmaninya.
3.      Makruh: apabila dilakukan orang-orang yang relatif muda (belum cukup umur), belum mampu menafkahi dan mengurus rumah tangga.
4.      Haram: apabila dilakukan oleh seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan dengan maksud hendak menganiaya wanita tersebut.
Syarat-syarat perkawinan
(a)    Persetujuan kedua belah pihak
(b)   Mahar
(c)    Pencatatan nikah
(d)   Pengumuman
Rukun- rukun perkawinan
(a)    Adanya calon mempelai laki- laki dan perempuan
(b)   Wali dari pihak perempuan yang akan mengakadkan perkawinan
(c)    Dua orang saksi
(d)   Ijab yang dilakukan oleh wali perempuan dan qobul yang dilakukan oleh suami
Mahar yang harus ada dalam perkawinan tidak termasuk kedalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian, mahar termasuk kedalam syarat perkawinan.
Undang- undang perkawinan sama sekali tidak berbicara tentang rukun perkawinan. Undang-undang perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat perkawinan. Yang mana syarat-syarat tersebut lebin banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan. KHI secara jelas membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 14, yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fikih syafi’i dengan tidak memasukan mahar dalam rukun.
Tujuan perkawinan
Adapun beberapa tujuan dari perkawinan sebagai berikut:
(a)    Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang
(b)   Untuk membentuk keluarga bahagia (sakinah) yang dibina dengan cinta dan kasih sayang (mawaddah warahmah) oleh sumi isteri dalam keluarga.
Hikmah perkawinan
Adapun diantara hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan sebagai berikut:
(a)    Menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak di ijinkan oleh agama
(b)   Menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual
Larangan- larangan perkawinan
 Pada dasarnya ssetiap laki-laki muslim dapat saja kawin atau nikah dengan wanita yang disukainya. Tetapi segera harus disebutkan bahwa prinsip itu tidak berlaku mutlak, karena ada batasanya sebagaimana dalam alqur’an.
Penggolongan larangan perkawinannya sebagai beriku:
1.      Larangan perkawinan karena perbedaan agama
2.      Larangan perkawinan karena pertalian darah
3.      Larangan perkawinan karena sepersusuan
4.      Larangan perkawinan karena hubungan perkawinan
5.      Larangan perkawinan dengan perempuan yang bersuami.







KESIMPULAN

Dari uraian kalimat diatas, dapatlah agaknya di simpulkan bahwa Undang-undang perkawinan dan peraturan perkawinan di indonesia yang selain selaras dengan ajaran agama pada umumnya, dan ajaran islam pada khususnya.
Apabila asas-asas, kaidah-kaidah, ketentuan, petunjuk yang ada dalam peraturan perkawinan indonesia ittu dipahami dengan baik dan benar, maka dapat dipergunakan sebagai landasan untuk membina kehidupan yang harmonis, kehidupan keluaraga yang bahagia dan sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar