Pendahuluan
Membicarakan hukum perkawinan islam di
indonesia, saling berkaitan antar keduanya. Karena hukum perkawinan islam di
indonesia mengandung arti hukum perkawinan islam menurut yang berlaku di negara
yang bernama indonesia.
Di Indonesia sendiri ketentuan yang
berkenaan dengan perkawinan telah diatur dalam peraturan perundangan negara
yang khusus berlaku bagi warga negara indonesia yaitu dalam bentuk
undang-undang yakni UU No. 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam
bentuk peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975. Sedangkan sebagai aturan pelengkap
yang akan dijadikan pedoman bagi hakim di lembaga peradilan agama melalui
instruksi presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Perkawinan
Pengertian perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur
fikih berbahasa arab dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj yang artinya kawin,
seperti dalam alqur’an dalam surat an-Nisa ayat 3.
Menurut pasal 1 Undang-undang perkawinan,
yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan perkataan ikatan lahir batin itu
dimaksudkan hubungan suami isteri tidak boleh semata-mata hanya berupa ikatan
lahiriyah saja dalam makna seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama
sebagai suami isteri dalam ikatan formal, tetapi juga harus dibina dengan
ikatan batin. Tanpa ikatan batin, ikatan lahir mudah sekali terlepas. Jalinan
ikatan lahir dan ikatan batin itulah yang menjadi fondasi yang kokoh dalam
membangun dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.
Dari uraian diatas agak jelas bahwa
perkawinan menurut Undang-undang perkawinan ini tidak semata-mata hubungan
hukum saja, tetapi juga mengandung aspek-aspek lainnya: agama, biologis,
sosial, dan adat istiadat.
Hukum perkawinan
Dengan melihat kepada hakekat perkawinan
itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan ssesuatu
yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat di katakan bahwa hukum asal
perkawinan adalah boleh atau mubah. Akan tetapi karena perubahan illat (motif,
alasan) maka hukum kebolehan perkawinan dapat berubah menjadi sebagai berikut:
1.
Sunnat:
apabila dilakukan oleh seseorang yang pertumbuhan rohani dan jasmaninya
dianggaptelah wajar benar untuk hidup berumah tangga. Telah mampu membiayai
atau mengurusi rumah tangga.
2.
Wajib:
apabila sesseorang dipandang telah mampu benar mendirikan rumah tangga, sanggup
memenuhi kebutuhan dan mengurus kehidupan keluarganya, telah matang betul
pertumbuhan rohani dan jasmaninya.
3.
Makruh:
apabila dilakukan orang-orang yang relatif muda (belum cukup umur), belum mampu
menafkahi dan mengurus rumah tangga.
4.
Haram:
apabila dilakukan oleh seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan
dengan maksud hendak menganiaya wanita tersebut.
Syarat-syarat perkawinan
(a)
Persetujuan
kedua belah pihak
(b)
Mahar
(c)
Pencatatan
nikah
(d)
Pengumuman
Rukun- rukun perkawinan
(a)
Adanya
calon mempelai laki- laki dan perempuan
(b)
Wali
dari pihak perempuan yang akan mengakadkan perkawinan
(c)
Dua
orang saksi
(d)
Ijab
yang dilakukan oleh wali perempuan dan qobul yang dilakukan oleh suami
Mahar yang harus ada dalam perkawinan
tidak termasuk kedalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam
akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung.
Dengan demikian, mahar termasuk kedalam syarat perkawinan.
Undang- undang perkawinan sama sekali
tidak berbicara tentang rukun perkawinan. Undang-undang perkawinan hanya
membicarakan syarat-syarat perkawinan. Yang mana syarat-syarat tersebut lebin
banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan. KHI secara jelas
membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 14, yang
keseluruhan rukun tersebut mengikuti fikih syafi’i dengan tidak memasukan mahar
dalam rukun.
Tujuan perkawinan
Adapun beberapa tujuan dari
perkawinan sebagai berikut:
(a)
Untuk
mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang
(b)
Untuk
membentuk keluarga bahagia (sakinah) yang dibina dengan cinta dan kasih sayang
(mawaddah warahmah) oleh sumi isteri dalam keluarga.
Hikmah perkawinan
Adapun diantara hikmah yang dapat ditemukan dalam
perkawinan sebagai berikut:
(a)
Menghalangi
mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak di ijinkan oleh agama
(b)
Menjaga
kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual
Larangan- larangan
perkawinan
Pada dasarnya ssetiap laki-laki muslim dapat
saja kawin atau nikah dengan wanita yang disukainya. Tetapi segera harus
disebutkan bahwa prinsip itu tidak berlaku mutlak, karena ada batasanya
sebagaimana dalam alqur’an.
Penggolongan larangan
perkawinannya sebagai beriku:
1.
Larangan
perkawinan karena perbedaan agama
2.
Larangan
perkawinan karena pertalian darah
3.
Larangan
perkawinan karena sepersusuan
4.
Larangan
perkawinan karena hubungan perkawinan
5.
Larangan
perkawinan dengan perempuan yang bersuami.
KESIMPULAN
Dari uraian kalimat diatas, dapatlah
agaknya di simpulkan bahwa Undang-undang perkawinan dan peraturan perkawinan di
indonesia yang selain selaras dengan ajaran agama pada umumnya, dan ajaran
islam pada khususnya.
Apabila asas-asas, kaidah-kaidah,
ketentuan, petunjuk yang ada dalam peraturan perkawinan indonesia ittu dipahami
dengan baik dan benar, maka dapat dipergunakan sebagai landasan untuk membina
kehidupan yang harmonis, kehidupan keluaraga yang bahagia dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar